Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat neraca perdagangan di Agustus 2023 surplus sebesar 3,12 miliar dolar Amerika Serikat (AS).
Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengatakan, neraca perdagangan Indonesia tercatat surplus meski di tengah risiko global yang masih tinggi.
"Neraca perdagangan Indonesia masih tercatat surplus di bulan ini, di tengah risiko global yang masih tinggi karena adanya penurunan harga komoditas dan perlambatan ekonomi dunia," kata Febrio dalam keterangannya, Senin (18/9/2023).
Baca juga: Dorong Ekspor Nonmigas dan Surplus Neraca Perdagangan, 51 Pelaku Usaha Ikuti Expo di Mexico
Secara kumulatif neraca perdagangan Indonesia dari Januari sampai Agustus 2023, surplus mencapai 24,34 miliar dolar AS. Dengan demikian, Indonesia telah mengalami surplus perdagangan selama 40 bulan berturut-turut.
"Artinya resiliensi Indonesia masih terjaga dengan baik dan ini harus tetap kita pertahankan bahkan kita tingkatkan," ujarnya.
Di sisi ekspor Kemenkeu mencatat pada Agustus 2023 sebesar 22,00 miliar dolar AS atau terkontraksi 21,21 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, terutama didorong oleh penurunan ekspor semua sektor.
Namun jika dilihat secara kumulatif, ekspor periode Januari sampai Agustus 2023 mencapai 171,52 miliar dolar AS.
Sementara itu, impor di bulan Agustus 2023 tercatat 18,88 miliar dolar AS terkontraksi 14,77 persen (yoy), terutama bersumber dari penurunan impor bahan baku/penolong dan barang modal.
Sedangkan impor barang konsumsi masih tumbuh sebesar 15,47 persen (yoy). Namun, secara kumulatif impor periode Januari sampai Agustus 2023 tercatat 147,18 miliar dolar AS.
"Ke depan kinerja ekspor dan impor Indonesia diperkirakan masih berada dalam tren positif, meskipun sedikit melambat seiring dengan moderasi harga komoditas dan perlambatan pertumbuhan ekonomi global," tutur Febrio.
Baca juga: Surplus Neraca Dagang 38 Bulan Berturut-turut, Juni 2023 Capai 3,45 Miliar Dolar AS
Febrio bilang, keberlanjutan tahapan hilirisasi mineral terus di dorong untuk berpartisipasi dalam rantai pasok global. Hal itu juga diyakini dapat memberikan manfaat yang signifikan pada daya saing dan kinerja ekspor nasional.
"Dampak penurunan harga komoditas dan perlambatan ekonomi global, terutama dari negara mitra dagang utama Indonesia, mulai dirasakan khususnya pada kinerja perdagangan," ujar dia.
"Untuk itu, Pemerintah akan terus mengambil langkah-langkah antisipatif dengan terus mendorong keberlanjutan hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA), meningkatkan daya saing produk ekspor nasional, dan diversifikasi mitra dagang utama," sambungnya.
Febrio bilang, penurunan kinerja ekspor tidak hanya dialami Indonesia, melainkan juga terjadi di banyak negara, akibat melemahnya aktivitas ekonomi dunia. Ekspor Tiongkok dan India terkontraksi selama Januari sampai Agustus 2023.
Di Kawasan ASEAN, ekspor Vietnam juga mengalami kontraksi dalam periode yang sama. Sementara Malaysia dan Thailand mengalami kontraksi pada periode Januari sampai Juli 2023. Hal ini menunjukkan bahwa dampak perlambatan ekonomi global terjadi secara luas.
Kata Febrio, meski pertumbuhan ekspor Indonesia secara nilai termoderasi namun masih menunjukkan peningkatan secara volume.
"Permintaan ekspor produk unggulan Indonesia masih kuat, tercermin dari pertumbuhan volume ekspor non migas yang masih tumbuh 9,5 persen pada periode Januari sampai Agustus 2023," ungkap dia.
"Volume ekspor bahan bakar mineral termasuk batu bara, minyak hewani atau nabati, besi baja, kendaraan, logam mulia dan nikel, secara kumulatif Januari sampai Agustus 2023 masih meningkat signifikan," imbuhnya.