Total 36 pekerja anggota Mama Cahya.
Terbuka lebar peluang warga kampung Kawasi mengingat sebagian besar pasokan makanan 32 ribu pekerja Harita didatangkan dari luar.
Beras, misalnya. Di seantero Obi tidak ada sawah. Pak Gatot kemudian menginisiasi pembangunan sawah dengan melibatkan petani lokal.
"Mula-mula lahannya kecil saja. Sekarang sudah 30 hektar," kata Pak Gatot. Sekitar 70 petani diberdayakan untuk mengolah sawah.
Harita juga mendorong warga untuk memproduksi tahu dan tempe.
Juga bebek. Pekerja dari China lebih senang mengonsumsi bebek daripada ayam. Harita membutuhkan sekitar 2.000 kg bebek setiap pekan.
Peternakan bebek dikembangkan. Bibitnya diambil dari Jawa, melewati perjalanan laut lebih sepekan. Sebagian dari 1.000 ekor bibit bebek mati dalam perjalanan, kata Pak Gatot.
Harita juga menghidupkan desa-desa sekitar. Pedagang membawa sayur mayur dan buah-buahan ke Kawasi melalui katinting.
"Tiga jam melewati laut. Kadang ombaknya kencang juga, tapi kami sudah terbiasa," kata seorang ibu saat ditemui di pantai Kawasi. Dia baru saja menurunkan sayur-mayur dagangannya dari katinting, perahu kecil bermesin yang populer di daerah itu sebagai sarana transportasi utama dari satu kampung ke kampung lainnya.
Siapa Tokoh di Balik Harita?
Tokoh di balik Harita adalah Lim Haryanto Wijaya Sarwono. Tidak banyak keterangan mengenai Lim.
Beberapa sumber mengungkapkan, Lim Haryanto besar di Kalimantan. Layaknya warga keturunan, ayahnya seorang pedagang ulet yang memulai usaha dari berbagai macam pekerjaan, menjadi kuli bangunan hingga menjadi pedagang.
Tahun 1915 membangun toko kelontong di tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur, yang kemudian berkembang ke berbagai lini usaha perkebunan dan tambang.
Tahun ini, Lim Haryanto membuat berita besar. Kekayaannya melonjak ke posisi nomor enam di Indonesia versi Forbes.
Di usia 94, kekayaannya mencapai Rp 74,3 triliun, berkat lonjakan harta jelang pencatatan saham perdana (IPO) Harita Group.