TRIBUNNEWS.COM - Tahun 2022 menjadi tahun yang sangat menantang bagi perekonomian dunia, tak terkecuali Indonesia. Pasalnya, saat itu tanda-tanda pemulihan pascapandemi Covid-19 mulai terlihat. Namun, dunia harus kembali menghadapi guncangan akibat adanya tekanan eskalasi tensi geopolitik yang berdampak pada terjadinya gejolak harga komoditas global dan peningkatan inflasi dunia.
Pada akhirnya, seluruh pemangku kepentingan di Indonesia saling bahu-membahu bekerja sama untuk mengendalikan inflasi agar tetap stabil. Hal ini sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada awal tahun 2022 untuk fokus pada empat agenda prioritas yang harus diselesaikan, di mana salah satunya adalah pengendalian inflasi.
Melansir dari data BPS, tingkat inflasi di Indonesia pada Agustus 2023 berada di 3,3 persen year-on-year (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan inflasi pada 2022 yang tercatat sebesar 5,5 persen yoy. Dengan tren yang terus melambat sejak awal tahun, laju inflasi Indonesia perlahan telah bergerak pada kisaran sasaran inflasi yang ditargetkan, yaitu 3±1 persen yoy.
Meskipun beberapa komoditas pangan sempat mengalami kenaikan akibat dari dampak El Nino yang juga terjadi di berbagai negara, inflasi pangan di Indonesia masih menunjukkan arah yang positif.
Pergerakan inflasi yang terus menurun tentunya tidak terlepas dari kesinambungan kebijakan yang terus dilakukan secara konsisten. Sinergi yang telah dilakukan ini, baik dari sisi otoritas fiskal, moneter, dan sektor riil telah berkontribusi terhadap tingkat harga yang terkendali.
Baca juga: Kemenkeu Lepas 25 Produk UMKM Jawa Timur Ekspor ke Lima Benua
Mitigasi dan langkah kebijakan untuk kendalikan inflasi nasional
Inflasi yang stabil sangat dibutuhkan untuk menciptakan fondasi yang kuat bagi pertumbuhan ekonomi. Dengan tetap memerhatikan situasi ekonomi yang harus terus tumbuh, tingkat inflasi yang optimal harus diciptakan sebagai insentif bagi dunia usaha
Maka itu, seluruh pihak perlu senantiasa menjaga pergerakan inflasi. Hal itu berguna untuk menjaga daya beli masyarakat, khususnya bagi masyarakat menengah ke bawah. Hal ini terutama penting bagi akses terhadap pangan, yang dapat dijaga dengan mengendalikan inflasi pangan yang bersifat fluktuatif.
Saat Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Nasional 2023, Presiden Jokowi juga telah memberikan arahan bahwa pengendalian inflasi dilakukan melalui bauran kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil. Presiden Jokowi menekankan bahwa sinergi dan inovasi menjadi dua kata kunci penting dalam menjaga stabilitas harga, terutama dalam konteks menjaga ketahanan pangan yang berkelanjutan.
Bersama Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), berbagai mitigasi dan langkah kebijakan telah dirancang sebagai bagian dari agenda pengendalian inflasi nasional. Langkah-langkah ini ditujukan untuk memastikan bahwa stabilitas harga dapat dijaga hingga ke level daerah.
Merancang berbagai respon terhadap kebijakan juga menjadi upaya untuk menjawab tantangan jangka pendek guna mendukung strategi dalam menjaga inflasi dalam jangka menengah.
Sementara itu, dalam mengimplementasikan strategi pencapaian inflasi baik dari sisi hulu maupun sisi hilir, diperlukan beberapa pedoman yang meliputi menciptakan keterjangkauan harga, menjaga ketersediaan pasokan, memastikan kelancaran distribusi, dan melakukan komunikasi yang efektif. Dengan pedoman ini, dapat tercipta keseimbangan antara penawaran dan permintaan.
Baca juga: Sri Mulyani: APBN Agustus 2023 Surplus Rp 147,3 Triliun
Peran APBN sebagai shock absorber
Dalam koridor kebijakan fiskal, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) memiliki peran penting dalam menciptakan stabilisasi selaku shock absorber terhadap gejolak dalam perekonomian.
Sebelumnya, ketika inflasi meningkat secara signifikan di berbagai negara pada tahun 2022, APBN mengoptimalkan perannya untuk meredam dampak dari tingginya gejolak harga komoditas global bagi Indonesia, maka peran APBN perlu untuk dioptimalkan.
Guna menjaga daya beli masyarakat, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menginisiasi berbagai program perlindungan sosial untuk melindungi kelompok miskin dan rentan.
Upaya ini turut dilakukan dengan intervensi harga serta menjaga ketersediaan stok dan cadangan pangan untuk menjaga level harga dan mengendalikan inflasi. Komunikasi publik kepada masyarakat juga terus dilakukan sebagai langkah untuk menjaga ekspektasi inflasi.
Di tahun 2024, Kemenkeu bersama DPR juga telah menetapkan asumsi dasar ekonomi makro untuk inflasi sebesar 2,8 persen. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah optimis laju inflasi tetap dapat terkendali dan mampu berada di dalam sasaran inflasi 2,5 persen±1 persen.
Langkah ini turut membuktikan komitmen Pemerintah melalui Kemenkeu dalam menjaga inflasi, sebagai bentuk dukungan terhadap akselerasi pertumbuhan ekonomi dan upaya dalam menjaga daya beli di tengah tantangan ke depan yang terus berkembang.
Baca juga: Menkeu Sri Mulyani: RAPBN 2024 Disepakati Defisit 2,29 Persen
Untuk mencapai target tersebut, Kemenkeu bersama Bank Indonesia melalui TPIP dan TPID terus bersinergi dalam menciptakan strategi jangka pendek dan panjang. Fokus dalam jangka pendek dilakukan lewat berbagai upaya demi menjaga risiko volatilitas harga pangan pada daya beli masyarakat.
Sedangkan dari sisi produksi pangan, produktivitas sektor pertanian perlu terus ditingkatkan demi menjaga pasokan yang didukung dengan alokasi anggaran ketahanan pangan. Selain itu, Kemenkeu juga terus berupaya menurunkan biaya logistik yang dapat mengatasi disparitas harga di daerah dengan dukungan anggaran infrastruktur.
Untuk mempercepat momentum pemulihan ekonomi Indonesia, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa APBN selalu digunakan secara efektif lewat berbagai kerja keras agar dapat mengendalikan tantangan pascapandemi sekaligus mempercepat momentum pemulihan ekonomi Indonesia.
“APBN diharapkan selalu menjadi instrumen utama dan diandalkan dalam mengelola berbagai potensi gejolak. APBN harus kita jaga agar menjadi instrumen yang sehat dan sustainable, karena agenda pembangunan Indonesia masih sangat banyak,” ujar Menkeu Sri Mulyani.
Sebagai shock absorber, lanjut Menkeu Sri Mulyani, APBN diharapkan akan terus optimal dalam menjalankan perannya, terutama dalam menghadapi perekonomian yang penuh ketidakpastian dalam tahun-tahun mendatang.
Dalam rangka membentuk landasan kokoh bagi pertumbuhan ekonomi yang kuat dan berkelanjutan, kolaborasi antara pemerintah–baik pusat maupun daerah, Bank Indonesia, dan pemangku kepentingan lainnya juga diperlukan guna mewujudkan inflasi yang terjaga.