News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polemik TikTok Shop

Soal Permendag 31, Anggota Komisi VI DPR Sebut UMKM Tetap Boleh Jualan di E-commerce

Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDIP, Darmadi Durianto. Larangan TikTok shop cs melakukan praktik social commerce yang dikeluarkan pemerintah menunjukkan bahwa negara hadir untuk membela kepentingan rakyatnya.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi VI DPR RI mendukung penuh langkah Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang melarang TikTok shop cs melakukan praktik social commerce.

Sekedar informasi, larangan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 31 tahun 2023 atau revisi dari Permendag No 50 Tahun 2020 Tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha.

Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto mengatakan, larangan yang dikeluarkan pemerintah tersebut menunjukkan bahwa negara hadir untuk membela kepentingan rakyatnya.

Baca juga: Anak Buah Sri Mulyani Sebut TikTok Shop Tak Bayar Pajak E-Commerce, Ini Penjelasannya

"Kita perlu apresiasi adanya Permendag 31. Ini menunjukkan bukti keberpihakan negara terhadap rakyatnya. Negara memang sudah seharusnya hadir di saat rakyat memerlukan perlindungan (ekonomi) dari serbuan produk-produk asing," ujar Darmadi kepada wartawan, Rabu (27/9/2023).

Darmadi mengatakan, larangan yang dibuat pemerintah tersebut di lain sisi juga bisa menyelamatkan jutaan UMKM.

"Bayangkan jumlah UMKM kita yang 65,7 juta itu kebanyakan kegiatan usahanya bersifat offline. Dengan adanya larangan ini setidaknya UMKM kita bisa sedikit bernafas lega. Tapi perlu dipahami bahwa UMKM kita boleh memasarkan produknya di e-commerce bukan tidak boleh. Yang dilarang itu menjual produk di sosial media seperti yang dilakukan TikTok cs selama ini. Praktik semacam itu yang dilakukan TikTok jelas merugikan negara karena mereka gak bayar pajak, royalti dan lainnya," ucap Bendahara Megawati Institute itu.

Sekali lagi, Darmadi meminta masyarakat UMKM untuk tidak cemas pasca terbitnya Permendag 31 itu. Sebab, kata dia, Permendag itu tidak melarang kegiatan usaha pelaku UMKM di E-commerce.

"Yang dilarang itu praktik usaha menggunakan sosial media semacam TikTok cs itu. Tapi praktik usaha di e-commerce itu tidak dilarang, jadi UMKM kita gak perlu cemas," tuturnya.

Selain itu, Darmadi meminta agar Kemendag juga memasukan aturan terkait perusahaan-perusahaan berskala besar dalam negeri tidak ikut menjual produk dagangannya di e-commerce.

"Permendag 31 itu harus memuat aturan larangan juga bagi perusahaan-perusahaan besar menjual produk-produknya di e-commerce. Selama ini perusahaan berskala besar sebut itu ikut jualan juga di e-commerce ini tentu bisa merusak persaingan karena mereka memiliki sumber daya yang besar. E-commerce harus benar-benar ditujukan untuk kegiatan kelompok usaha kelas menengah ke bawah bukan kelas atas," ujar Politikus PDIP itu.

Bukan tanpa alasan, kata dia, imbauan agar perusahaan-perusahaan berskala besar perlu diatur juga karena adanya dugaan perusahaan- perusahaan produsen besar kerap melakukan penjualan yang sangat murah melalui TikTok cs bahkan di e-commerce.

"Sehingga berpotensi membunuh pelaku UMKM yang ironisnya justru selama ini menjadi tulang punggung keberhasilan merek mereka selama ini. Produsen-produsen besar tersebut hendaknya memikirkan nasib pelaku usaha kecil daripada terus membinasakan pelaku UMKM toko-toko kecil elektronik. Jangan biarkan ekonomi kapitalis menindas UMKM kita," katanya.

Masih kata Darmadi, ia meminta agar Kemendag melakukan pengawasan dan penindakan secara tegas pasca terbitnya aturan tersebut.

"Harus ada kontrol dan penindakan yang tegas ketika aturan itu sudah dijalankan. Termasuk kontrol terhadap perusahaan-perusahaan besar yang ikut cawe-cawe di e-commerce, jangan biarkan UMKM kita digilas oleh perusahaan-perusahaan besar. Mereka harus taat pada Nafas dan semangat Ekonomi Pancasila yang selama ini menjadi panduan kita seperti yang tertuang dalam Tap MPR 16/1998 mengenai Demokrasi Ekonomi," ucapnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini