Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menginginkan digitalisasi UMKM tak diartikan hanya sebatas berjualan online.
Menurut dia, ketika berbicara mengenai digitalisasi UMKM, bukan hanya berbicara mengenai apa itu cash on delivery (COD), jualan online, atau soal affiliator.
Ia menganggap hal-hal tersebut adalah pengetahuan dasar untuk berjualan online, bukan penguasaan teknologi digital.
Baca juga: Bersama Kemendag, BRI Gelar Program Pelatihan untuk 30 UMKM di Bandung Raya
"Itu bukan transformasi digital yang kita incar," kata Teten dalam diskusi di acara Indonesia Digital MeetUp 2023 di Gedung Smesco, Jakarta Selatan, Kamis (5/10/2023).
Teten menjelaskan, digitalisasi yang ia inginkan adalah para UMKM ini menggunakan teknologi aplikasi digital untuk membangun big data, mengagregasi bisnisnya, menghubungkan dengan pasar dan pembiayaan.
Ia mencontohkan startup eFishery yang berhasil memanfaatkan Artificial Intelligence untuk mengetahui potensi produksinya.
Selain itu, eFishery juga dapat mensuplai kebutuhan dalam negeri, bahkan dunia.
"Sehingga investor mau masuk, pembiayaan mau masuk, buyer mau masuk, dan lain sebagainya," kata Teten.
Teten juga ingin Indonesia bisa mencontoh transformasi digital yang dilakukan oleh China.
"Di China, share digital ekonomi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) merek itu 41,5 persen terhadap PDB. Itu terbesar di dunia," katanya.
Bahkan, dibanding dengan Amerika, angka kontribusi ekonomi digital milik China masih lebih besar dibanding Amerika.
Baca juga: Pemerintah Tutup TikTok Shop, Bagaimana Nasib Jutaan UMKM yang Cari Cuan dari Platform Ini?
"Amerika yang pertama memulai transformasi digital, kita tahu tahun 90-an ada Microsoft ya, China kan baru 10 tahun kemudian, tapi China 41,5 persen, Amerika cuma 10,3 persen kontribusi digital ekonominya terhadap GDP," ujarnya.
Mantan Kepala Staf Kepresidenan itu pun mengatakan Indonesia harus mempelajari kesuksesan transformasi digital China.
Dia bilang, China berhasil karena mereka memproduksi barang dengan menggunakan smart factory, teknologi digital, artificial intelligence, dan memanfaatkan Internet of Things.
Sehingga, produk mereka bisa begitu murah dan kualitasnya bisa bagus, serta mampu bersaing di ranah global.
"Nah, kita tidak begitu. Kita hanya sibuk bagaimana berjualan online," kata Teten.