TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) berencana memanggil Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) untuk penyelidikan dugaan pengaturan atau penetapan suku bunga pinjaman kepada konsumen atau penerima pinjaman fintech.
AFPI sendiri sudah menyangkal soal itu. Disebutkan selama ini bunga ditetapkan maksimum 0,4 persen per hari.
Sejumlah pengamat ekonomi digital menyatakan ketentuan batas maksimal bunga harian pinjaman online sebesar 0,4 persen yang diberlakukan AFPI kepada anggotanya bukan termasuk kategori kartel. Mekanisme ini justru turut menciptakan sistem persaingan usaha sehat sekaligus melindungi konsumen dari jeratan bunga yang tinggi.
Baca juga: Pengamat: Sebaiknya OJK Segera Mengatur Bunga dan Biaya Layanan Pinjol Secara Transparan
Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah, menjelaskan kartel adalah praktik yang kesepakatannya merugikan konsumen dengan cara menetapkan harga setinggi tingginya.
“Ini kan masih bersaing dalam koridor suku bunga yang rendah. Kalau kesepakatan itu dilakukan tidak dalam rangka membebani konsumen bukan praktik kartel yang harus kita lawan,” kata Piter, Senin (9/10/2023).
Dalam konteks menciptakan sistem persaingan usaha yang sehat dan perlindungan konsumen, pemerintah juga seringkali melakukan hal yang sama terhadap pembatasan harga atas. Misalnya, melalui penetapan harga eceran tertinggi (HET) sebuah produk yang dikonsumsi masyarakat.
Hal senada disampaikan Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (Celios), Nailul Huda.
Menurut dia, jika ketentuan bunga pinjaman online dari AFPI hanya bersifat acuan maka mekanisme tersebut mirip seperti penetapan suku bunga pinjaman yang ditetapkan Lembaga Penjamin Simpanan atau Bank Indonesia. Menurut dia, dalam penetapan suku bunga harian, AFPI sebagai asosiasi yang diakui mengacu kepada ketentuan OJK.
Namun, Ia menyarankan OJK memberikan pertimbangan terhadap suku bunga harian tersebut agar tidak terkesan hanya industri yang menentukan. OJK, kata dia, dapat menerbitkan peraturan yang menjadi rujukan bahwa ada pengaturan mengenai bunga agar tidak memberatkan borrower, namun tetap bisa menarik bagi lender.
“Setahu saya AFPI punya perhitungan sesuai model bisnis dan biaya mereka. Selain itu, memang disesuaikan dengan suku bunga yang diterima lender. Kalau itu ada pemaksaan baru kartel. Ini tidak ada pemaksaan, hanya sebagai acuan,” kata Nailul. Masuknya OJK dinilai akan menghilangkan persepsi self regulation yang berpotensi memunculkan persoalan.
Ketua Umum AFPI Entjik S. Djafar, memastikan penetapan batasan bunga di industri fintech lending bukan kartel. Mekanisme ini justru dilakukan untuk melindungi masyarakat dari jeratan bunga yang tinggi.
Hal ini sekaligus meluruskan persepsi tentang dugaan potensi kartel dalam penetapan bunga harian pinjaman online yang disampaikan KPPU beberapa waktu lalu.
Dia menjelaskan bunga harian pinjaman online yang ditetapkan memakai batas maksimum (batas atas) sebesar 0,4 persen.
“Menurut pendapat saya kalau kartel batasan bunga yang digunakan adalah batas minimum (batas bawah) sehingga tidak ada batasan maksimalnya. Justru ketentuan ini ditujukan untuk melindungi konsumen dan masyarakat supaya tidak terkena bunga tinggi,” tegas Entjik.
Dia juga menegaskan bunga harian maksimal yang ditetapkan adalah 0,4 persen, bukan 0,8 persen sebagaimana yang disebutkan KPPU. Bunga pinjaman online sebesar 0,8 persen merupakan data tahun 2020 sebelum diperbaharui. “Kami akan berkoordinasi lebih lanjut dengan KPPU untuk memberikan penjelasan yang diperlukan,” kata Entjik.
Menurut Entjik, selama ini platform para anggota AFPI telah berkontribusi untuk melayani masyarakat yang belum tersentuh jasa perbankan, multifinance, hingga modal ventura. “Selama ini kami banyak melayani masyarakat unbanked dan underserved,” kata Entjik.
Ihwal kontribusi pinjaman online terhadap masyarakat, Nailul menjelaskan, karena sifatnya yang memberikan berbagai kemudahan, fintech lending selama ini banyak menyasar masyarakat unbanked dan underserved. “Saya juga mendorong fintech lending untuk terus memperbesar porsi sektor produktif,” pungkas Nailul.