News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Bursa Saham Asia Bergerak Volatile, AS Jadi Biang Keroknya

Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Bursa Nikkei

Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti

TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Saham bursa Asia Pasifik terpantau mengalami pergerakan naik turun secara cepat atau volatile pada awal perdagangan Selasa (24/10/2023).

Menurut data yang dilansir dari Reuters, pergerakan indeks MSCI All-World dilaporkan naik 0,1 persen sementara indeks saham Asia-Pasifik di luar Jepang naik tipis di atas level terendah dalam satu tahun.

Lonjakan serupa juga terjadi pada perdagangan saham indeks Shanghai Composite China yang menguat 0,31 persen, diikuti kenaikan saham Straits Times Singapura yang terapresiasi 0,5 persen, dan ASX 200 Australia naik 0,18 persen.

Baca juga: Bursa Saham Asia Naik Tipis di Tengah Peluang Kenaikan Suku Bunga The Fed

Namun kenaikan ini tak berlaku untuk indeks Nikkei 225 Jepang yang justru mencatatkan penurunan 1,01 persen, kemudian Hang Seng Hong Kong ikut melemah 0,65 persen, dan KOSPI Korea Selatan amblas 0,99 persen.

Mengikuti yang lainnya pergerakan saham Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) juga ditutup melemah 0,58 persen, sementara saham S&P 500 anjlok sebanyak 0,1 persen pada perdagangan Selasa siang.

Pergerakan volatile ini terjadi usai investor kompak melakukan wait and see, akibat Ketua Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell memberikan isyarat kenaikan suku bunga pada pertemuan selanjutnya.

Dalam pertemuan acara Economic Outlook di Economic Club of New York (ECNY) Luncheon, Powell menjelaskan adanya kemungkinan terkait kenaikan suku bunga sebesar 525 bps menjadi 5,25-5,5 persen.

Risalah ini dilontarkan Powell lantaran laju inflasi AS mengalami lonjakan sebesar 3,7 persen (year on year/yoy), menjauhi target awal The Fed yang dipatok di level 2 persen. Tak hanya itu, Powell juga menjelaskan bahwa hasil kinerja keuangan dan imbal hasil (yield) Treasury tenor 10 tahun telah mengalami lonjakan hingga menyentuh angka 5 persen.

Meski kenaikan suku bunga diklaim dapat menstabilkan harga pasar, namun cara ini memberikan tekanan pada sejumlah ekuitas alhasil harga aset investasi seperti pasar saham, emas, hingga dolar mengalami penurunan.

"Ekuitas cenderung sideways dan berada dalam mode kemunduran mengingat inflasi yang terus-menerus dan suku bunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama," kata Terry Sandven, kepala strategi ekuitas di US Bank Asset Management.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini