Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah belum akan melakukan revisi undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, seiring usulan asosiasi maskapai yang meminta Tarif Batas Atas (TBA) dihapuskan.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan, pihaknya mengusulkan langkah lain yang bisa diambil pemerintah selain menghapus kebijakan tersebut.
Dia meminta, pemerintah untuk menaikan batasan Tarif Batas Atas (TBA) pesawat yang lebih tinggi sehingga penentuan tarif bisa lebih besar.
"Kasih roof (batasan atas) yang tinggi aja, bukan dihilangkan, dikasih roof yang tinggi aja gitu kan. Kalau misalkan sekarang TBA-nya Rp 1 juta, kasih roof aja Rp 5 juta. Kita juga kan gak mungkin jual Rp 6 juta kan," kata Irfan kepada wartawan di Kompleks Parlemen DPR RI, dikutip Kamis (16/11/2023).
Di satu sisi, Irfan mengatakan bahwa untuk TBA pesawat itu sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar. Artinya konsumen bisa memilih sesuai dengan pelayanan yang dibutuhkan.
Dia juga bilang kalau melalui mekanisme pasar itu, Garuda tetap menyajikan pelayanan yang baik dengan menitikberatkan pada keamanan penerbangan.
"Serahkan ke mekanisme pasar, kalau kita naikkan kan kita mesti balikin dengan pelayanan yang lebih bagus, ketepatan waktu, dan segala macam kan," ucap dia.
"Misalnya harganya sekarang Rp 1 juta, dibebaskan, terus kita jual Rp 5 juta, enggak. Bukan tipe kita kok. Kita kan yang penting adalah bahwa kita bisa menjanjikan service dengan sebaik-baiknya kita pastikan penerbangan itu aman, kita untung. Silakan penumpang memilih sendiri. Anda bilang 'Garuda mahal, saya gak mau' yaa monggo," sambung Irfan.
Baca juga: Kemenhub Belum Terima Surat dari INACA soal Usulan Penghapusan Tarif Batas Atas Tiket Pesawat
Sebelumnya Juru Bicara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Adita Irawati menyatakan, Kemenhub belum akan merevisi Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan.
Sedangkan belakangan Indonesia National Air Carriers Association (INACA) mengusulkan Tarif Batas Atas (TBA) pesawat agar dihapuskan mengingat harga avtur dan nilai tukar rupiah terhadap dolar yang melemah.
"Belum ada. Karena kalau dibaca di UU yang ada kan tujuan batas atas dan bawah itu kan memproteksi dua pihak. Si operator sendiri dan juga masyarakat," kata Adita kepada wartawan di Kemenhub, Senin (13/11/2023).
"Agar tidak terlalu turun itu merugikan maskapai, kalau terlalu tinggi bebankan masyarakat. Jadi ada koridornya itu. Nah kalau emang mau dihapus harus diskusi dulu gimana proteksi dua pihak," imbuhnya.
Baca juga: INACA Klaim Sudah Ajukan Usulan Penghapusan Tarif Batas Atas Tiket Pesawat ke Kemenhub
Saat ditanya arah kebijakan Kemenhub terhadap TBA pesawat, Adita bilang Kemenhub sendiri bertugas untuk menjaga keseimbangan antara stakeholder dan masyarakat. Hal itu juga tercermin oleh penerbitan undang-undang tentang penerbangan tersebut.
"Jadi kami tugasnya menjaga keberimbangan industri, keterjangkauan masyarakat dan bagaimana perusahaan operator sustain melayani sekaligus menjaga faktor keselamatan di penerbangan tetap terjaga," ucap dia.
Baca juga: INACA Akan Kenakan Fuel Surcharge ke Penumpang Jika Kemenhub Tolak Usulan Hapus Tarif Batas Atas
Meski begitu, Adita bakal melakukan kajian mendalam dengan memperhatikan inflasi hingga keterjangkauan masyarakat di wilayah Timur.
"Karena misalnya di daerah timur dan kepulauan itu kan jadi alat produksi juga bukan cuma transportasi. Memang perlu dikaji dulu dampaknya," ungkap dia.
"Kemarin mungkin kita ada skema fuel surcharge, ketika ada kenaikan avtur diberikan ruang untuk menerapkan kenaikan tarif temporer. Ini akan dikaji dulu, masyarakat aja keluh kesah harganya ketinggian," sambungnya.