Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla (JK) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin bersuara tegas menanggapi wacana boikot terhadap produk-produk lokal dalam menyikapi agresi militer Israel terhadap Palestina.
JK menyatakan bahwa masyarakat perlu bersikap bijak terhadap ajakan boikot. Menurutnya, masyarakat boleh menikmati produk sebaik-baiknya karena telah diberikan label halal.
Namun, JK juga mengingatkan agar masyarakat tidak menyalahgunakan ajakan boikot dan memastikan bahwa perusahaan yang menjadi target benar-benar terlibat dalam daftar Boycott, Divestment, and Sanctions (BDS).
Baca juga: Wapres Ingatkan Gerakan Boikot Produk Terafiliasi Israel Jangan Sampai Salah Alamat
"Produk-produk di Indonesia dibuat menggunakan bahan-bahan, tenaga kerja, dan modal dari dalam negeri. Jangan sampai masalah muncul di tengah masyarakat karena ajakan boikot yang tidak bijak," ujar JK dikutip Senin (27/11/2023).
Sementara itu, Wakil Presiden Ma'ruf Amin memberikan peringatan serupa, mengingatkan agar masyarakat yang terlibat dalam gerakan BDS tidak salah alamat.
"Yang dikhawatirkan oleh wakil presiden adalah jangan sampai melakukan boikot yang kemudian salah alamat," ungkap Juru Bicara Wakil Presiden, Masduki Baidlowi.
Adanya kekhawatiran bahwa produk lokal yang tidak terlibat dalam BDS bisa menjadi korban menjadi sorotan utama. Begitu juga dengan beberapa perusahaan besar yang kerap menjadi salah sasaran boikot seperti Unilever Indonesia, Coca-Cola Indonesia, dan Nestle, yang jelas tidak masuk dalam daftar BDS namun tetap terdampak.
Hal tersebut penting mengingat dampak langsung yang kini terjadi pada pekerja, dan perekonomian Indonesia.
Pakar dan Peneliti INDEF Ahmad Heri Firdaus menilai bahwa aksi boikot yang tidak berdasarkan fakta kepada perusahaan-perusahaan yang masuk sebenarnya memiliki lisensi domestik dapat merugikan ekonomi dalam negeri, terutama tenaga kerja lokal.
Heri menyoroti ketidakbenaran persepsi bahwa boikot akan memotong pendapatan perusahaan dan merugikan Israel secara finansial.
"Artinya, kalau ada aksi boikot nanti yang terkena dampak adalah tenaga kerja yang bekerja di perusahaan-perusahaan tersebut yang adalah tenaga kerja lokal," jelas Heri.