Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebutuhan co-firing atau subtitusi PLTU batubara milik PLN menjadi biomassa baru mencapai 10,2 juta ton.
Sementara sampai tahun 2023 ini, capaiannya baru mencapai 1 juta ton dan ini menjadi tantangan masa depan.
Direktur Utama PT Maharaksa Biru Energi Tbk (OASA) Bobby Gafur Umar mengatakan tantangan terbesar dalam implementasi co-firing biomassa di pembangkit-pembangkit batubara milik PLN adalah upaua menjaga keberlanjutan pasokan bahan baku biomassa.
Baca juga: PLN Energi Primer Indonesia Andalkan Hutan Tanaman Energi Untuk Suplai Biomassa
Menurutnya, implementasi ini tetap harus mempertimbangkan aspek keekonomian.
“Kita masih butuh banyak biomassa untuk co-firing,” kata Bobby kepada wartawan, ditulis Kamis (30/11/2023).
“Diharapkan upaya-upaya ini terus dilanjutkan di setiap titik lokasi PLTU di Indonesia sehingga nantinya akan tercipta pasar demand-supply yang semakin besar dan keekonomian serta economics of scale yang semakin baik,” sambungnya.
Pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM melalui Ditjen EBTKE diharapkan akan terus mengawal dan terus memfasilitasi upaya-upaya penyediaan bahan baku biomassa di sisi hulu serta menjaga agar implementasinya tidak terkendala
“Sekali lagi, kita perlu melibatkan petani secara penuh. Re-planting atau penanaman kembali tanaman-tanaman kehutanan, perkebunan dan pertanian menjadi kunci keberhasilan usaha pengambangan biomassa,” katanya.
Ditambahkannya, pola pengembangan pertanian melalui program inti-plasma dapat diterapkan, dengan melibatkan koperasi dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), untuk mengembangkan tanaman-tanaman turi, kaliandra dan lamtorogung.
Baca juga: Hadapi Tantangan 2023, Perhutani Lakukan Perkuatan Bisnis Biomassa dan NBS
“Kita harus berusaha menumbuhkan ekonomi kerakyatan tanaman energi,” katanya
OASA tengah aktif mengintip potensi dan peluang bisnis biomassa, dalam rangka memperluas jaringan bisnisnya.
Perseroan melirik potensi pengembangan usaha berbasis biomassa di daerah Blora, Jawa Tengah.
Dari potensi tersebut, Perseroan bahkan sudah mulai menyusun rencana pengembangan bisnis Bio-CNG (Compressed Natural Gas) dari limbah pertanian yang berlimpah di sana, antara lain jerami, gabah dan jagung.
Pada tahap pertama, kapasitas industri biomassa di Blora ini mencapai 5.000 ton per bulan, dan akan terus dikembangkan hingga 15.000 ton per bulan.
“Kita bidik sampai 60.000 ton per tahun pada tahap pertama ini,” kata Bobby.
“Belum banyak yang tahu bahwa daerah Blora ini ternyata menyimpan potensi limbah pertanian yang sangat besar,” tukasnya.
Pembangunan pabrik di Blora ini menjadi bagian dari rencana Perseroan untuk melebarkan sayap usaha energi terbarukannya dengan memanfaatkan produk biomassa, dalam rangka menjadi pemain utama industri biomassa.
Kapasitas produksi nya akan ditigkatkan secara bertahap, dari 500 ton per bulan menjadi 5.000 ton per bulan
Awal tahun 2024, satu pabrik berbasis biomassa milik Perseroan di pulau Bangka, akan diresmikan berlokasi di Air Duren, Kabupaten Bangka dan saat ini telah hampir selesai dibangun.