TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat menilai, ketentuan terbaru mengenai kewajiban pasok batubara dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) hanya menguntungkan pengusaha tambang batubara, tapi malah merugikan PLN sebagai pemakai batubara.
Aturan tentang kewajiban pasok batubara ini, sebagian substansinya telah diubah oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan dituangkan dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 399.K/MB.01/MEM.B/2023 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 267.K/MB.01/MEM.B/2022 Tentang Pemenuhan Kebutuhan Batu Bara Dalam Negeri yang disahkan pada 17 November 2023.
Ada beberapa poin yang diubah dalam aturan DMO. Salah satunya kewajiban batubara ke dalam negeri 25 persen dari realisasi produksi batubara tahun berjalan, bukan lagi berdasarkan jumlah produksi batubara dalam Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) tahunan.
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi menduga peraturan anyar tidak mendahulukan kepentingan PT PLN, tetapi justru memfasilitasi pengusaha batubara mendapatkan keuntungan lebih tinggi.
“Perubahan persentase 25% dari produksi tahun berjalan, dapat mengurangi batubara yang harus dijual ke PLN,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (1/12/2023).
Dia juga menilai, perubahan aturan mengenai sanksi tidak bertambah berat, justru bertambah ringan
Mengutip Kepmen tersebut, pemerintah meniadakan kewajiban sanksi denda jika pengusaha tidak memenuhi kewajiban DMO. Dalam beleid terbaru, pengusaha yang tidak memenuhi kewajibannya diminta membayar kompensasi berdasarkan formula yang telah ditetapkan.
Jika pengusaha tidak membayarkan dana kompensasinya, pemerintah baru akan mengenakan sanksi administratif secara berjenjang.
Untuk tahap pertama akan dilarang menjual batubara ke luar negeri dalam jangka waktu 30 hari apabila tidak membayar dana kompensasi sesuai jatuh tempo yang ditetapkan.
Baca juga: Harga DMO Batubara Diusulkan Diubah Jadi Lebih Rendah 25 Persen dari Pasar
Jika selama jangka waktu pelarangan penjualan batubara ke luar negeri, Perusahaan tidak membayar dana kompensasi, pemegang izin atau perjanjian dikenakan sanksi administratif berupa penghentian sementara seluruh kegiatan operasi produksi dalam jangka waktu 60 hari.
JIka selama jangka waktu pemberian sanksi berupa penghentian sementara tidak kunjung melakukan pembayaran dana kompensasi hingga berakhirnya jangka waktu penghentian tersebut, pemerintah akan mencabut izin usaha pertambangan pihak yang bersangkutan.
Baca juga: Ekonom: Belanja Subsidi Bakal Bertambah Jika Harga DMO Batubara Dilepas
Fahmy mengkhawatirkan dengan perubahan sanksi tersebut, jika harga batubara melonjak tinggi di atas US$ 300 per ton, sanksi dana kompensasi itu tidak sebanding dengan keuntungan yang diraup pengusaha ketika dapat mengekspor.
Menurutnya, jika ini diberlakukan, Fahmy menilai krisis batubara bisa kembali terjadi pada PLN karena hingga saat ini perusahaan setrum pelat merah tersebut masih menggunakan 56% batubara untuk kebutuhan pembangkitnya.
Dia menilai, sejatinya aturan DMO sebelumnya sudah cukup baik, artinya telah memfasilitasi terjaminnya pasokan batubara ke PLN, di sisi lain pengusaha tidak begitu dirugikan karena tetap bisa mengekspor 75 persen produksinya.
Baca juga: Kementerian ESDM Berencana Ubah Skema Harga DMO Batubara