Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.COM - Organisasi nirlaba yang fokus pada lingkungan, Green Justice Indonesia bersama Nexus3 dan Debt Watch Indonesia melakukan riset Scooping tentang pemetaan regulasi, aktor dan skema pendanaan untuk mineral yang mendukung EV seperti nikel, bauksit, tembaga, mangaan, lithium dan cobalt.
Dari hasil tersebut, direkomendasikan agar pemerintah untuk membangun regulasi yang efektif, jelas, akuntabel dan terintegrasi antar kementerian/lembaga (K/L) untuk membangun rantai pasok proses produksi dan distribusi kendaraan listrik atau Electric Vehicle (EV).
Baca juga: Pemerintah Indonesia Teken Perjanjian Rantai Pasok Pertama di Dunia
"Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk mengembangkan peraturan yang spesifik dan partisipatif dengan melibatkan semua pemangku kepentingan untuk memastikan pengembangan industri yang berkelanjutan, inklusif dan ramah lingkungan di Indonesia," tutur Direktur Green Justice Indonesia Dana Prima Tarigan dalam keterangannya.
Kedua, perlunya roadmap EV yang terintegrasi, transparan dan akuntabel, sehingga membuka peluang kontrol dari publik.
Pertambangan terkait EV melibatkan beberapa kementerian/lembaga pemerintah, industri, serta pemerintah daerah.
"Diperlukan koordinasi antar-kementerian yang kuat dan terintegrasi, seperti pada sektor perdagangan, lingkungan hidup dan kehutanan, serta mineral dan sumber daya alam," imbuhnya.
Ketiga, skema pendanaan dan perjanjian yang akan dibentuk untuk pembangunan rendah karbon tidak boleh memanfaatkan kelemahan hukum di Indonesia dan di institusi peminjam.
Baca juga: Sri Mulyani: Perekonomian Dunia Sedang Tidak Menentu karena Gangguan Rantai Pasok Komoditas
Regulasi dan perjanjian yang mengikat aktor-aktor terkait harus selaras dan akuntabel dengan peraturan internasional, termasuk yang terkait lingkungan dan HAM.
"Karena itu perlu ada standar safeguard dalam proses pendanaan mineral untuk EV untuk mencegah eksploitasi lingkungan, tenaga kerja dan pelanggaran HAM," jelas Green Justice Indonesia Halim Sembiring.