TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Cadangan batu bara nasional yang mencapai 35 miliar ton dan sumber daya sebesar 134 miliar ton diperkirakan bisa digunakan hingga 500 tahun ke depan jika digunakan sendiri dengan cara yang benar.
Bahkan jika sebagian diantaranya diekspor, batu bara nasional bisa dimanfaatkan hingga 200 tahun mendatang.
Ketua Umum Indonesia Mining Association (IMA) Rachmat Makkasau, mengatakan Indonesia dianugerahi cadangan dan sumberdaya batu bara yang masih bisa dimanfaatkan untuk 200-500 tahun mendatang.
“Untuk itu kita harus mencari cara ‘Clean Coal Process’, sambil tetap menerapkan EBT. Kalau Clean Coal Process dilakukan dan emisi bisa ditekan, bahkan ditiadakan maka tidak ada masalah kan?” ujar Rachmat saat Seminar Energy for Prosperity : The Economic Growth Impacts of Coal Mining di Jakarta, Kamis (14/3/2024).
Baca juga: Penggunaan Biomassa untuk Bahan Bakar PLTU Hasilkan 509 GWH Listrik Bersih
Rachmat mengatakan sampai saat ini batu bara merupakan energi paling murah dibandingkan yang lain. Apalagi berbagai cara sudah dilakukan industri batu bara untuk mengurangi emisi.
Dia pun membayangkan suatu saat target sampai 2060, industri mulai pasang CCUS, penangkapan sulfur karbon, NOX dan lain-lain.
“Kita membayangkan yang terjadi dengan Indonesia kalau 50 tahun lalu semua PLTU di Indonesia tidak ada emisinya, semua yang keluar dari PLTU, karbon ditangkap sulfur NOX ditangkap ada apa dengan batu bara, mungkin tidak ada masalah,” ungkap Rachmat.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara Irwandy Arif, mengatakan kekayaan mineral dan batu bara nasional mencapai 4 triliun dolar AS yang dua pertiganya berasal dari batu bara.
“Jadi peranan batu bara itu sebenarnya besar kepada penghasilan yang kita dapat,” kata dia.
Menurut Irwandy, industri batu bara memang dibayangi transisi energi, sehingga banyak yang berpikiran peran batu bara akan mengalami penurunan. Padahal, hampir seluruh pembangkit listrik di Jawa berasal dari energi batu bara.
Seiring kehadiran EBT, maka keberlangsungan batu bara dipertanyakan. Kalau skenario biasa sampai 2060 produksi batu bara masih mencapai 720 juta ton. Hal ini tergantung pada perkembangan dari EBT.
Irwandy mengatakan saat ini pemerintah melalui DEN sudah menurunkan target 2025 sebesar tadinya 23 persen sekarang menjadi 17 persen karena realisasinya baru sekitar 13 persen.
“Jadi ini adalah business as usual. Kemudian ada skenario berikutnya NZE, ternyata produksi batu bara 2060 masih 327 juta ton. Jadi seberapa lama batu bara ini dalam buku saya mengatakan kurang lebih 40 tahun masih hidup,” katanya.
Irwandy mengatakan tantangan batu bara adalah bagaimana mengurangi emisi CO2. Intinya menjaga lingkungan dengan strategi optimasi penggunaan batu bara dan mencegah emisi CO2 maka munculah konsep carbon pricing trading, reklamasi dan sebagainya.
“Batu bara harus menerapkan Clean Coal Technology. Sudah ada 13 PLTU menerapkan teknologi USC dan IGCC. Ini hal positif karena teknologinya mahal sekali,” kata Irwandy.