Laporan Wartawan TribunSolo.com, Imam Saputro
TRIBUNNEWS.COM, SOLO - Tangan kanan Tari sibuk mengayunkan kipas menjaga bara api tetap merah menyala memanggang puluhan tusuk sate di atasnya.
Sesekali tangan kiri Tari memutar sate di atas bara agar tak gosong.
Asap membumbung tebal dengan aroma khas manis kecap yang terkena bara api.
Yang jadi pembeda dari pedagang sate lain adalah satai atau sate yang dibakar, tak hanya daging ayam dan sapi, namun ada kikil, babat, iso dan tempe gembus yang mendominasi.
“Namanya sate kere, jadi bahan utamanya bukan daging tapi jeroan sapi dan tempe gembus,” kata penjual Sate Kere Yu Tari, Tari, ketika berbincang dengan Tribunnews.com, Minggu, 24 Maret 2024.
Sate Kere masuk satu di antara kuliner khas Kota Solo yang populer di masyarakat dan jadi incaran para wisatawan yang berasal dari luar Solo.
Sate Kere merujuk pada kata “kere” dalam Bahasa Jawa yang memiliki arti miskin atau tidak memiliki uang.
“Mungkin karena isinya tidak menggunakan daging yang bagus ya, jadi pakai jeroan atau daging kualitas kedua dan yang harus ada adalah tempe gembus,” kata Tari.
Satu porsi sate kere terdiri dari sembilan tusuk sate yakni sate tempe gembus, sate kikil, sate daging, sate babat, dan sate iso.
“Disajikan dengan lontong dan sambal kacang, sekarang ini peminatnya makin banyak,” kata Tari.
Media sosial, kata Tari, juga membuat sate khas Solo ini makin dikenal di kalangan generasi muda.
“Banyak yang habis beli difoto-foto dulu baru dimakan, tapi ya malah sekalian promosi,” terangnya.
Terlihat di lapak Sate Kere Yu Tari di halaman parkir Gedung Wanita Solo juga diminati banyak pembeli.
Calon pembeli mengular di tengah asap sate yang membumbung.
Tari mengungkapkan bisa menjual hingga ribuan tusuk sate dalam satu harinya.
“Pas ramadan ini kami buka di Pasar Takjil Ramadhan ini, dari ashar sampai magrib kurang lebih bisa jual 1.000 tusuk,” terangnya.
Yu Tari mengaku diajak oleh BRI Slamet Riyadi untuk bisa buka lapak di Pasar Takjil Ramadhan 2024.
“Kami termasuk UMKM binaan BRI jadi diajak kesini,” terangnya
Menjadi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) binaan BRI, Tari mengaku mendapatkan banyak manfaat.
Di antaranya mendapatkan akses ke pameran dan acara yang diinisiasi BRI.
“Kemudian yang kedua Sate Kere Yu Tari sudah bisa menerima pembayaran non tunai via QRIS sejak 2017,” ujar Tari.
Adanya QRIS bisa mempercepat pembeli melakukan transaksi, sehingga pembeli lain bisa segera dilayani.
“Tinggal scan barcode udah selesai, kami tidak perlu nyusuki (memberikan kembalian), jadi bisa lanjut ke pembeli selanjutnya,” kata dia.
Tari mengatakan sering ada antrean di lapaknya karena ia menjaga sate tetap hangat dengan cara memanggang sate ketika ada pesanan saja.
“Kalau ada yang beli baru saya bakarkan jadi nunggu 2 menitan, jadi kualitasnya terjaga.”
Pilihan menjaga kualitas ini berdampak dengan adanya antrean di lapaknya, namun sudah bisa teratasi dengan menyediakan pembayaran non tunai atau QRIS.
“Kami bisa tunai dan QRIS, dan yang pakai QRIS lebih banyak karena lebih cepat, scan udah selesai gitu, pelayanan bisa makin cepat, keuntungan jadi berlipat,” kata Tari sembari tersenyum.
Sate Kere Yu Tari pada hari biasa buka di Shelter Makanan Soepomo dan Jl Honggowongso serta tengah membuka warung ketiga yang akan buka pada Lebaran 2024 di Gentan.
Non tunai solusi transaksi efektif dan efisien
Ekonom Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Solo, Suharno mengatakan adanya pembayaran non tunai di UMKM bisa membuat usaha naik kelas.
“Solo dikenal tujuan wisata, jadi akan banyak orang yang liburan yang sudah menggunakan pembayaran non tunai, jika sudah UMKM menyediakan QRIS atau EDC pasti jadi nilai tambah di mata wisatawan,” kata Suharno kepada Tribunnews, Senin, 25 Maret 2024.
Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) juga membantu agar transaksi terjadi secara cepat dan efisien karena jumlah tagihan dan pembayaran sudah ditentukan, tidak perlu ada selisih kembalian.
“Contoh adalah kuliner di Solo kan harganya murah, misal beli dawet atau tahok, itu harganya 8 ribuan, dengan scan QRIS jadi cepat, dibandingkan dengan pembayaran tunai, ada kemungkinan nyai pecahan uang yang pas dulu dan sebagainya,” kata Suharno yang menulis buku 91 Tips UMKM Naik Kelas ini.
Selain itu, kata Suharno, transaksi non tunai bisa membuat UMKM mengatur keuangannya menjadi lebih tertata dan terdata.
BRI ajak puluhan UMKM ramaikan Pasar Takjil Ramadhan 2024 Solo
Pimpinan Cabang (Pinca) BRI Solo Slamet Riyadi, Agung Ari Wibowo, mengatakan BRI mengajak 35 Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) pilihan untuk meramaikan Pasar Takjil Ramadhan 2024.
"Kami punya 300-an UMKM binaan, kami kurasi dan terpilihlah 35 UMKM terbaik di bidang makanan ya, untuk kami ajak meramaikan Pasar Takjil Ramadhan 2024 ini," kata Agung.
Agung berharap UMKM binaan BRI bisa makin dikenal dan menambah omzet jualan.
"Kami ingin agar UMKM binaan bisa naik kelas, dari yang mikro ke kecil, kecil ke menengah, kami ingin mereka terus berkembang, apa yang bisa BRI bantu akan kami bantu," tambah Agung.
BRI membuka akses permodalan seluas-luasnya bagi UMKM yang ingin memperluas usaha.
"Juga kami kenalkan terus ke pembayaran digital, bisa QRIS atau EDC, agar bisa adapatasi dengan zaman," urai Agung.
Agung berharap dengan adanya layanan QRIS bisa membantu pedagang mengatur keuangan, terhindar dari penyebaran uang palsu dan lebih ramah dengan semua jenis pembayaran.(*)