Menurut Tauhid, Indonesia tidak boleh jadi bulan-bulanan dari naiknya harga minyak dunia imbas situasi politik yang memanas di Timur Tengah.
Sebagai negara net importir, Indonesia disebut akan sangat rugi jika harga minyak dunia melambung tinggi.
"Kan sebenarnya kan kita terus turun ya produksi [minyak] di bawah 650 ribu barrel per hari. Harusnya ini kan sudah terpaksa gitu. Kita nggak mau jadi bulanan-bulanan harga minyak karena kita negara net importir ya. Pasti sangat rugi dalam situasi itu," kata Tauhid.
Sikap Pertamina
Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan mengatakan, ketegangan geopolitik dan pengurangan pasokan OPEC+ telah mengerek harga minyak dunia tahun ini naik hampir 18 persen.
Ia berujar, di tengah kenaikan harga minyak mentah dunia, Pertamina Patra Niaga akan terus menjaga pasokan BBM nasional serta stabilitas harga.
"Kami juga komitmen menjaga harga BBM domestik tetap stabil agar tidak berdampak pada inflasi dan daya beli masyarakat,” kata Riva.
Riva menambahkan, Pertamina mengambil kebijakan mempertahankan harga, walaupun biaya produksi BBM meningkat seiring kenaikan harga minyak dunia.
"Sebagai perusahaan negara, kami mendukung upaya Pemerintah menjaga perekonomian nasional lebih stabil dan kondusif," imbuh Riva.
Di tengah kondisi tersebut, kata dia, Pertamina Patra Niaga juga memastikan stok BBM nasional aman selama masa Satuan Tugas Ramadan dan Idulfitri (RAFI) 1445 H/2024 M.
Pasokan tersedia disebut jauh lebih tinggi untuk mengantisipasi lonjakan permintaan selama arus mudik dan balik Lebaran.
Saat ini, stok Pertalite tercatat di level 20 hari, Pertamax 41 hari, Turbo 58 hari, Solar dan Biosolar 22 hari, Dex 70 hari, serta Avtur 41 hari.
“Penambahan stok selama masa Satgas RAFI telah disiapkan sejak Satgas Natal dan Tahun Baru untuk memastikan kebutuhan nasional terpenuhi dengan baik,” imbuh Riva.