"Apabila neraca perdagangan surplus masih di atas US$ 3 miliar, kemungkinan positif untuk rupiah. Apabila nilai surplus lebih rendah atau bahkan defisit, bakal ada tekanan lanjutan bagi rupiah ke 16.500," imbuhnya.
Jika sudah begini intervensi Bank Indonesia (BI) ataupun Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tidak hanya lewat open market operation, tetapi bisa menawarkan berbagai instrumen yang bisa menarik minat investasi asing.
"Instrumen surat utang global dalam bentuk dolar AS ataupun mata uang lainn" kata Fikri.
Rupiah bisa lebih rendah lagi apabila perang geopolitik berkepanjangan, tidak ada pemangkasan bunga Fed.
Skenario terburuk, rupiah bisa terperosok ke Rp 16.200-Rp 16.700 per dolar AS di semester I-2024 dan kemungkinan di area Rp 16.400-Rp 17.000 di akhir tahun ini.
Pengamat Komoditas dan Mata Uang Lukman Leong menambahkan, prospek rupiah sangat berat hingga akhir tahun ini. Proyeksi itu seiring kemungkinan The Fed tidak jadi memangkas suku bunga.
Sehingga akhirnya menurunkan nilai ekspor dan neraca perdagangan Indonesia. "BI bisa terus melakukan intervensi, tetapi di saat bersamaan menggerus cadangan devisa," kata
Lukman.
Perbankan RI Aman
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai risiko yang dihadapi industri perbankan nasional akibat penguatan dolar Amerika Serikat beberapa waktu ini masih dapat dimitigasi dengan baik.
Berdasarkan hasil uji ketahanan (stress test) yang dilakukan OJK, pelemahan nilai tukar rupiah saat ini relatif tidak signifikan berpengaruh langsung terhadap permodalan bank.
Sebab, posisi devisa neto (PDN) perbankan Indonesia yang masih jauh di bawah threshold dan secara umum dalam posisi PDN “long" (aset valas lebih besar dari kewajiban valas).
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, bantalan permodalan perbankan yang cukup besar (CAR yang tinggi) diyakini mampu menyerap fluktuasi nilai tukar rupiah maupun suku bunga yang masih tertahan relatif tinggi.
Porsi Dana Pihak Ketiga (DPK) dalam bentuk valuta asing saat ini sekitar 15 persen dari total DPK Perbankan. Sampai akhir Maret 2024, DPK valas masih tumbuh cukup baik secara tahunan (yoy) maupun dibandingkan dengan awal tahun 2024 (ytd).
"Pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi saat ini juga dapat memberikan efek positif terhadap ekspor komoditas dan turunannya yang diharapkan dapat mengimbangi penarikan dana non-residen dan mendorong industri dalam negeri untuk meningkatkan penggunaan komponen dalam negeri dalam proses produksinya," kata Dian.