Mereka sebenarnya juga menggunakan pola hub and spoke di negaranya dan hanya mengambil penumpang di Indonesia sebagai pasar tapi tidak menimbulkan konektivitas nasional.
Selain itu dengan banyaknya bandara internasional juga rawan dari sisi pertahanan dan keamanan karena hal itu berarti membuka banyak pintu masuk ke Indonesia.
Semua pintu tersebut harus dijaga.
Jika penerbangan internasional di bandara tersebut sangat sedikit, juga akan menjadi tidak efektif dan efisien karena harus disediakan sarana dan personil CIQ (Custom, Immigration and Quarantine), komite FAL serta hal-hal lain yang menjadi persyaratan bandara internasional.
Bangkit dari Pandemi
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memangkas status bandara internasional yang tertuang dalam Keputusan Menteri Nomor 31/2024 (KM 31/2004) tentang Penetapan Bandar Udara Internasional pada tanggal 2 April 2024 lalu.
Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati mengatakan, pemangkasan status bandara internasional secara umum untuk dapat mendorong sektor penerbangan nasional yang sempat terpuruk saat pandemi Covid-19.
“Keputusan ini juga telah dibahas bersama kementerian/lembaga terkait di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi,” kata Adita
Penataan jumlah bandara internasional oleh Pemerintah juga sudah adil karena bandara yang status penggunaannya domestik pada prinsipnya tetap dapat melayani penerbangan luar negeri untuk kepentingan tertentu secara temporer (sementara).
Misalnya, seperti untuk kenegaraan, kegiatan atau acara yang bersifat internasional, embarkasi dan debarkasi haji, menunjang pertumbuhan ekonomi nasional.
Seperti, industri pariwisata dan perdagangan serta penanganan bencana.
Dalam praktek penyelenggaraan bandara internasional di dunia, beberapa negara juga melakukan penyesuaian jumlah bandara internasionalnya.
Sebagai contoh, India dengan jumlah penduduk 1,42 milyar hanya memiliki 35 bandara internasional.
Sedangkan Amerika Serikat dengan penduduk 399,9 juta mengelola 18 bandara internasional.