Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Kamdani menilai tutupnya pabrik sepatu Bata di Purwakarta diakibatkan oleh sejumlah hal.
Ia mengatakan, bila dilihat secara menyeluruh, demand atau permintaan ekspor itu tengah mengalami penurunan.
Penurunan permintaan ekspor ini dinilai tak lepas dari kondisi geopolitik yang terjadi dan dampaknya telah mempengaruhi Indonesia.
"Sedangkan untuk pasar domestik kita mesti melihat dari faktor daya beli, karena dengan kondisi seperti ini, maka daya beli pastinya ada penurunan yang harus diperhatikan," kata Shinta ketika ditemui di Gedung Permata Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (8/5/2024).
Baca juga: Wajar Pabrik Sepatu Bata Gulung Tikar, Ekonom Samakan dengan Nokia, Jokowi Duga Langkah Efisiensi
Di tengah permintaan ekspor yang terus mengalami penurunan, biaya yang dibutuhkan pun terus meningkat.
"Tentu saja pada akhirnya perusahaan seperti Bata, walaupun sudah hadir begitu lama di Indonesia, harus melihat apakah masih feasible (layak) sebagai bisnis," ujar Shinta.
Shinta kemudian menyinggung soal daya saing. Ia menilai Bata sudah kalah saing dari merek lain.
"Dilihat saat ini dari kondisi yang ada, dengan competitivenes (daya saing) dan hal-hal lainnya, dianggap tidak layak bagi mereka untuk terus lanjutkan," ujarnya.
Lalu, Shinta menyebut investasi kini juga sudah mulai beralih dari padat karya ke padat modal.
Jadi, ia menyimpulkan, dari segi industri seperti Bata, melihat kondisi sekarang yang makin memburuk, mereka tak bisa bertahan lagi.
"Dia juga sudah melakukan evaluasi dan juga melihat dengan kondisi sekarang yang makin memburuk, tidak bisa bertahan lagi," pungkas Shinta.
Sebagai informasi, Manajemen PT Sepatu Bata Tbk (BATA) telah bulat memutuskan penutupan pabriknya di Purwakarta, Jawa Barat, setelah menderita kerugian selama empat tahun.
Pabrik tersebut efektif berhenti beroperasi pada Selasa (30/5/2024), di mana hal ini tertuang dalam keputusan direksi Bata sebulan sebelumnya dan disetujui dewan komisaris perseroan.
"Keputusan untuk menghentikan aktivitas produksi Pabrik PT Sepatu Bata Tbk yang berada di Purwakarta berdasarkan Keputusan Direksi tanggal 30 April 2024 yang sebelumnya telah disetujui berdasarkan persetujuan dari Keputusan Dewan Komisaris tanggal 29 April 2024," kata Direktur Sepatu Bata Hatta Tutuko dalam keterbukaan informasi BEI, dikutip Senin (6/5/2024).
Perusahaan sepatu yang sudah beroperasi ratusan tahun atau sejak era Kolonial Belanda di Indonesia ini mengaku sudah melakukan berbagai usaha agar pabrik di Purwakarta tetap bertahan.
"PT Sepatu Bata Tbk telah melakukan berbagai upaya selama empat tahun terakhir di tengah kerugian dan tantangan industri akibat pandemi dan perubahan perilaku konsumen yang begitu cepat," ungkap Hatta.
Secara spesifik, ia menyebut, model-model sepatu dan produk alas kaki lain yang diproduksi dari fasilitas produksi Purwakarta sudah mengalami permintaan penurunan di pasar.
"Perseroan sudah tidak dapat melanjutkan produksi di pabrik Purwakarta, karena permintaan pelanggan terhadap jenis produk yang dibuat di Pabrik Purwakarta terus menurun," beber Hatta.
"Dan kapasitas produksi pabrik jauh melebihi kebutuhan yang bisa diperoleh secara berkelanjutan dari pemasok lokal di Indonesia," tambah dia.
Dalam laporan keuangan BATA, perseroan membukukan penjualan neto sebesar Rp 609,61 miliar pada 2023 atau lebih rendah 5,26 persen year on year (YoY) dibandingkan tahun sebelumnya yakni Rp 643,45 miliar.
BATA mengalami peningkatan rugi bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar 79,65 persen YoY menjadi Rp 190,29 miliar pada 2023, dari tahun sebelumnya yaitu Rp 105,92 miliar.