Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengusaha Prajogo Pangestu kini bertengger di posisi ke-25 daftar orang terkaya di dunia. Menurut daftar Forbes Real-Time Billionaires, harta Prajogo Pangestu pada Senin (13/5/2024) tembus 62,2 miliar dolar Amerika Serikat (AS).
Bila dikonversi ke rupiah (kurs Rp16.105), harta Prajogo Pangestu mencapai Rp 1.001,74 triliun.
Kekayaan Prajogo Pangestu mengalami penurunan sebanyak 578 juta dolar AS atau sekitar Rp 9,3 triliun.
Meski menurun, posisi Prajogo tetap berada di atas orang kaya Indonesia lainnya seperti bos PT Bayan Resources Tbk (BYAN), Low Tuck Kwong.
Low berada di posisi ke-71 dengan harta yang menembus 26,1 miliar dolar AS atau setara Rp 420 triliun.
Setelah Low, ada Robert Budi Hartono yang merupakan bos Grup Djarum, menduduki posisi 83 orang terkaya di dunia dengan harta menembus 24,1 miliar dolar AS atau setara Rp 388 triliun.
Sementara itu, Michael Hartono berada di posisi 87 dengan harta mencapai 23,1 miliar dolar AS atau setara Rp 372 triliun.
Profil Prajogo Pangestu
Prajogo lahir di Kalimantan Barat pada 13 Mei 1944. Ia merupakan putra seorang pedagang karet.
Sebelum terjun ke dunia bisnis, Prajogo dulunya bekerja sebagai sopir angkot. Prajogo, yang keluarganya hidup pas-pasan, hanya mampu menyelesaikan sekolah hingga tingkat menengah.
Baca juga: Orang Terkaya di Indonesia Prajogo Pangestu Dikabarkan Akan Beli Saham BREN Secara Bertahap
Dikutip dari Forbes, kariernya sebagai pengusaha bermula saat ia bergabung dengan perusahaan jual beli kayu, Djajanti Timber Group, milik orang Malaysia, pada akhir 1960-an.
Prajogo kemudian dipercaya menjadi general manager Pabrik Plywood Nusantara di Gresik, Jawa Timur pada 1976.
Setahun berkarier, Prajogo memutuskan untuk keluar dan memulai bisnisnya dengan membeli CV Pacific Lumber Coy.
Perusahaan itu lantas diganti namanya menjadi Barito Pacific Timber.
Baca juga: Gurita Bisnis Prajogo Pangestu, Orang Terkaya di Indonesia 2024, Hartanya Rp687 Triliun
Prajogo kembali mengubah nama Barito Pacific TImber menjadi Barito Pacific pada 1993, setelah melakukan diversifikasi ke lini bisnis lain.
Sejak saat itu, bisnis Prajogo merambah ke berbagai bidang.
Di tahun 2007, Prajogo mengakuisisi 70 persen saham perusahaan petrokimia, Chandra Asri.
Empat tahun kemudian, ia menyelesaikan merger dengan Tri Polyta Indonesia untuk menjadi produsen petrokimia terintegrasi terbesar di Indonesia.
Lalu, pada 2021, Thaioil mengakuisisi 15 persen saham Chandra Asri.
Sebagian besar harta Prajogo berasal dari meroketnya nilai kepemilikan sahamnya di perusahaan produsen energi panas bumi, Barito Renewable Energy - yang juga milik Prajogo.
Barito Renewable merupakan induk perusahaan Star Energy Geothermal Group, produsen panas bumi terbesar di Indonesia dengan kapasitas 886 megawatt.
Star Energy mengoperasikan tiga proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi yang terletak di Jawa Barat.
Perusahaan ini juga memiliki izin untuk melakukan eksplorasi di beberapa bagian Maluku Utara dan Lampung.
Diketahui, Green Era, kantor keluarga Prajogo yang berbasis di Singapura, mengambil alih Star Energy, dengan mengakuisisi sepertiga saham BCPG Thailand senilai 440 juta dolar AS (Rp6,8 triliun).
Sisa sahamnya sudah dipegang oleh Barito Pacific, perusahaan induk yang terdaftar dimana Prajogo memiliki saham mayoritas.
Prajogo diketahui sudah mempersiapkan generasi penerus untuk menggantikannya.
Anak sulungnya, Agus Salim, bekerja bersamanya sebagai presiden direktur Barito Pacific.
Putrinya, Nancy Pangestu Tabardel, mengelola kantor keluarga serta Green Era, di Singapura.
Sementara, putra bungsu Prajogo, Baritono, menjabat sebagai wakil presiden direktur komersial Chandra Asri.
Selama kariernya sebagai pengusaha, Prajogo pernah dianugerahi Bintang Jasa Utama oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2019 silam.
Berikut riwayat karier Prajogo Pangestu, dikutip dari situs resmi Barito Pacific:
- Komisaris Utama PT Tri Polyta Indonesia Tbk (1999-2010);
- Anggota Dewan Komisaris PT Astra International Tbk (1993-1998);
- Presiden Direktur PT Chandra Asri (1990-1999);
- Direktur Djajanti Timber Group (1969-1976);
- Presiden Direktur Perseroan (1997-1993).