News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tabungan Perumahan Rakyat

Pendapatan Tak Bertambah, Potongan Gaji untuk Tapera Diyakini Gerus Konsumsi Rumah Tangga

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. Dalam Pasal 55 PP yang diteken pada 20 Mei 2024, Jokowi mengatur setiap pekerja dengan usia paling rendah 20 tahun atau sudah menikah yang memiliki penghasilan paling sedikit sebesar upah minimum diwajibkan menjadi peserta Tapera. TRIBUNNEWS/WILLY WIDIANTO/BAYU PRIADI

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai kewajiban untuk membayarkan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) mengancam konsumsi rumah tangga masyarakat Indonesia, kalau tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatan.

Peneliti CIPS Hasran menerangkan, iuran Tapera wajib, artinya suka atau tidak suka, masyarakat yang telah memenuhi persyaratan harus membayar iuran tersebut. Namun, iuran ini berdampak kepada masyarakat Indonesia.

"Terutama yang menjadi peserta, dalam bentuk pengurangan konsumsi rumah tangga," ujar Hasran dalam keterangannya, Selasa (4/6/2024).

Baca juga: Kamis Besok Ribuan Buruh Akan Serbu Istana, Tolak Tapera hingga Upah Murah

Dia menambahkan, adanya Tapera dan tidak bertambahnya pendapatan masyarakat dipastikan akan mengurangi konsumsi rumah tangga. Kondisi ini bisa lebih buruk jika inflasi dalam negeri tidak dikontrol.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi rumah tangga menyumbang sebesar 54,93 persen terhadap PDB Indonesia di triwulan tahun 2024. Dengan kata lain, iuran Tapera ini akan memangkas konsumsi masyarakat dan berdampak juga pada PDB Nasional.

"Diketahui, lebih dari 50 persen pengeluaran rumah tangga masyarakat Indonesia adalah keperluan konsumsi pangan," kata Hasran.

Jika ada pengurangan konsumsi sebagai efek dari Tapera, maka pengurangan akan terjadi pada sektor pangan. Hal ini, dalam jangka panjang, dapat memengaruhi asupan nutrisi masyarakat jika terjadi pengurangan konsumsi.

Walaupun sebagian besar pangan diproduksi secara domestik, Indonesia juga masih bergantung pada ketersediaan pangan global. Indonesia mengimpor beberapa komoditas pangan strategis yang tidak diproduksi secara mandiri di dalam negeri.

"Misalnya saja komoditas bawang putih, kedelai, gandum, dan juga daging sapi. Kenaikan harga global bisa berdampak pada inflasi dalam negeri dan hal ini berpotensi besar mendorong masyarakat untuk mengurangi konsumsinya," terang Hasran.

Pengurangan konsumsi makin berkurang jika inflasi terjadi bersamaan dengan pemberlakuan iuran Tapera. Untuk mencegah berkurangnya konsumsi rumah tangga, Hasran merekomendasi beberapa hal.

"Pertama adalah mengganti kepesertaan Tapera dari wajib menjadi opsional, yang berarti masyarakat dapat memilih untuk menjadi peserta atau tidak, tergantung kebutuhannya masing-masing," imbuh Hasran.

Dengan cara ini, menurutnya, masyarakat akan lebih leluasa dalam mengatur pendapatannya termasuk mengatur alokasinya ke pengeluaran konsumsi.

"Kedua, pemerintah perlu memastikan keterjangkauan harga pangan dalam negeri. Hal ini, salah satunya, dapat dilakukan dengan meningkatkan produktivitas pertanian melalui penanaman modal asing (PMA) di sektor ini," ucap Hasran.

Banyaknya PMA masuk ke sektor pertanian, memungkinkan adopsi teknologi pertanian yang lebih mutakhir dan bibit unggul. Keterjangkauan harga pangan dalam negeri juga dapat ditempuh dengan memperjelas dan mempermudah regulasi impor pangan.

“Ketersediaan pangan akan menekan inflasi dan dapat mengurangi dampak pengurangan konsumsi yang sangat mungkin terjadi akibat kewajiban iuran Tapera,” tambahnya

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini