Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seorang pekerja freelance alias pekerja lepas, Bansawan, menggugat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera) ke Mahkamah Konstitusi.
Bansawan selaku Pemohon memohonkan pengujian Pasal 1 Ayat (3) dan Pasal 9 Ayat (2) UU Tapera.
Gugatannya diajukan ke MK pada Kamis, 6 Juni 2024.
Adapun Pasal 1 ayat (3) UU Tapera berbunyi:
“Peserta Tapera yang selanjutnya disebut peserta adalah setiap warga negara Indonesia dan warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan yang telah membayar simpanan".
Kemudian, Pasal 9 ayat (2) berbunyi:
“Pekerja Mandiri sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) harus mendaftarkan dirinya sendiri kepada BP Tapera untuk menjadi peserta".
Sebagai pekerja freelance atau termasuk golongan pekerja mandiri, Bansawan keberatan jika dibebankan membayar tabungan perumahan rakyat.
Sebab, katanya, akan menambah berat beban hidupnya.
Baca juga: Masyarakat Khawatir Iuran Dikorupsi, BP Tapera: Pengelolaan Diawasi OJK, BPK, dan Monitoring KPK
"Seharusnya Negara memfasilitasi kesejateraaan setiap warga Negara Indonesia yang belum memiliki rumah, apabila menabung tentu dengan keinginannya sendiri secara sukarela," kata Bansawan, dikutip dari surat permohonannya, Jumat (21/6/2024).
UU Tapera memang saat ini belum berlaku, sebab Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (PP Tapera), PP Tapera baru akan berlaku pada tahun 2027.
Pemohon menjelaskan, saat ini memang belum terjadi kerugian konstitusi yang dialaminya, namun Mahkamah menganut potensi kerugian dengan penalaran yang wajar.
Baca juga: Dana Tapera Sebagian Besar Dialokasikan ke Surat Utang, Ada Dugaan Biayai Proyek IKN
"Artinya adalah sebagai Warga Negara Indonesia sebagaimana ketentuan Pasal 1 ayat (3) UU Tapera, Pemohon akan dirugikan jika pada tahun 2027 nanti diberlakukan," ucapnya.
Potensi kerugian tersebut menurutnya bertentangan dengan ketentuan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi:
"Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi".
Lebih lanjut, katanya, uang hasil jerih payah Pemohon bekerja dengan berlakunya Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 9 ayat (2) UU Tapera akan diwajibkan diberikan ke Negara, sedangkan tabungan adalah merupakan pilihan.
Oleh karena itu, dalam petitum permohonannya, Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 1 Ayat (3) dan Pasal 9 Ayat (2) UU Tapera, bertentangan terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat menjadi konstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai "dengan keinginan sendiri secara sukarela".