TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jonggol yang merupakan wilayah di Bogor, Jawa Barat, pernah akan dijadikan sebagai Ibu Kota Negara pada era Presiden Soeharto.
Tak main-main, pemindahan Ibu Kota Negara pun sudah dituangkan Soeharto melalui Keputusan Presiden (Keppres)No 1 tahun 1997 tentang Koordinasi Pengembangan Kawasan Jonggol Sebagai Kota Mandiri.
Direncanakan saat itu, pembangunan Ibu Kota Negara akan berada di 24 desa kawasan Jonggol dengan luas 35.000 hektare (wilayah inti) dan 115.000 hektare (wilayah pendukung) seperti Cibubur, Sentul, Babakan Madang, Setu, Cibarusah, Serangbaru, Bojongmangu, Loji, Tegalwaru, Cikalong Kulon dan Ciranjang.
Baca juga: Luhut Bantah Tidak Ada yang Mau Investasi di IKN: Ada yang Lambat Sana Sini Biasalah
Mengutip berbagai sumber, pemindahan ibu kota ke Jonggol menggabungkan dua konsep, yaitu konsep Canberra dan konsep Putrajaya, yang akan memisahkan antara wilayah pusat pemerintahan, wilayah pusat bisnis, dan wilayah permukiman dengan batas-batasnya ialah hutan kota yang juga akan berfungsi sebagai tadah hujan serta pemasok oksigen.
Pemindahan ibukota negara ke Jonggol juga diklaim dapat menyelesaikan berbagai permasalahan, tantangan, dan ancaman yang dihadapi oleh Jakarta.
Jonggol dianggap sebagai pilihan lokasi ibukota baru yang paling rasional, karena selain jarak dengan Jakarta dan merupakan daerah yang bebas dari banjir serta ketersedian lahan yang masih besar, Jonggol juga secara letak geografis berada di wilayah yang sangat strategis karena dikelilingi oleh kota-kota yang telah hidup seperti Jakarta, Depok, Bogor di barat; Bekasi, Cikarang, Karawang di utara; Purwakarta, Bandung di timur; dan Cianjur, Puncak, Sukabumi di selatan, sehingga usaha untuk menghidupkan Jonggol sebagai kota yang baru bukanlah perkara yang sulit.
Harga Tanah Meroket
Saat Soeharto menyampaikan pemindahan Ibu Kota Negara ke Jonggol, harga tanah langsung meroket tajam hingga ribuan persen.
Menurut warga yang diwawancarai Kompas waktu itu, harga tanah di Jonggol pada tahun 1990-an hanya di kisaran Rp300 hingga Rp500 per meter.
Kemudian melonjak jadi Rp80.000 per meter setelah muncul rencana pemindahan Ibu Kota Negara.
Mantan Gubernur Jawa Barat yang juga sebagai Kurator IKN, Ridwan Kamil menyampaikan rencana pemindahan Ibu Kota Negara dari masa ke masa.
Hal tersebut diungkapkan Ridwan Kamil pada unggahan akun Instagramnya @ridwankamil.
Menurutnya, rencana IKN itu sudah terjadi sejak zaman kolonial.
"IKN pemerintah kolonial Belanda: Kota Bandung (ga jadi karena Jepang datang)," tulis Ridwan yang dikutip Tribunnews, Rabu (5/6/2024).
Kemudian pada era Orde Lama direncanakan pindah ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah tetapi batal.