Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bakal berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) terkait utang jatuh tempo yang mencapai Rp 800 triliun pada 2025.
Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Deni Ridwan menyampaikan, Kemenkeu dan BI bakal mendiskusikan untuk menangani Surat Berharga Negara (SBN) yang jatuh tempo pada 2025.
Baca juga: Analis Ingatkan Utang Jatuh Tempo Indonesia 5 Tahun ke Depan Bakal Menumpuk
"Itu sebetulnya diterbitkan dalam rangka untuk penanganan pandemi supaya nanti bisa mendapatkan solusi terbaik. Di satu sisi juga dalam rangka menjaga untuk sustainabilitas fiskal kita," ucap Deni di Jakarta, Senin (10/6/2024).
Deni menjelaskan, bahwa ketika pasar keuangan baik maka utang yang jatuh tempo pada tahun depan bukanlah menjadi sebuah masalah. Hal tersebut, ucap Deni, sesuai dengan apa yang disampaikan Menkeu Sri Mulyani.
Menurutnya, selama kepercayaan dari masyarakat dan investor masih tinggi hal tersebut dapat diatur dengan baik. Dia menjelaskan, pemerintah per tahun membayar utang jatuh tempo sekira Rp 600 triliun sampai dengan Rp 700 triliun.
Baca juga: Bank Indonesia Yakin Kredit Perbankan Bakal Tumbuh 12 Persen pada 2024
"Cuma tahun depan itu kan jatuh tempo karena ada SBN yang diterbitkan dalam rangka penanganan pandemi Covid, jadi sebagian sekitar Rp 100 triliun yang dimiliki oleh BI," terang Deni.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani, menjelaskan utang jatuh tempo sebesar Rp800,33 triliun pada 2025 bukan beban bagi Indonesia.
Sebab, menurutnya, 88,28 persen dari total utang jatuh tempo pada tahun depan berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Sedangkan 11,72 persen sisanya berasal dari pinjaman luar negeri bilateral maupun multilateral.
Disampaikan Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dengan Pemerintah, di Jakarta, Kamis (6/6/2024).
Sedangkan, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Dolfie Othniel Frederic Palit, sempat mempertanyakan strategi pembayaran utang jatuh tempo kepada pemerintah. Sebab, dalam lima tahun ke depan, ada beban utang yang harus dibayar pemerintahan periode selanjutnya sekitar Rp 3.783 triliun.
Total utang itu berasal dari utang jatuh tempo 2025 yang sebesar Rp 800,33 triliun, 2026 sebesar Rp 800 triliun, 2027 sekitar Rp 802 triliun, 2028 sebanyak Rp 719 triliun, dan 2029 Rp 662 triliun.