News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Palestina Vs Israel

Menolak Dukung Israel, 1.100 Mahasiswa Top AS Tampik Tawaran Kerja di Google dan Amazon

Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sebanyak 1.100 mahasiswa dan pekerja muda dari 120 perguruan tinggi di AS sepakat menandatangani perjanjian menolak bekerja di Google dan Amazon sebagai bentuk penolakan mereka atas aksi genosida Israel di Gaza.

Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti

TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Seruan protes boikot Israel kembali melanda Amerika Serikat (AS).  Sebanyak 1.100 mahasiswa dan pekerja muda dari 120 perguruan tinggi di AS sepakat menandatangani perjanjian menolak bekerja di Google dan Amazon.

Adapun perjanjian itu ditandatangani oleh mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi unggulan di Amerika Serikat seperti Stanford, UC Berkeley, the University of San Francisco, hingga San Francisco State University.

Dalam kesepakatan tersebut ribuan massa yang mengatasnamakan sebagai No Tech for Apartheid (NOTA) berjanji tak akan mengambil pekerjaan di kedua raksasa teknologi sampai Google dan Amazon memutus kerjasama dengan pemerintah Israel dan mengakhiri keterlibatannya dalam Project Nimbus.

“Sebagai generasi muda dan pelajar di bidang STEM dan sekitarnya, kami menolak untuk mengambil bagian dalam pelanggaran yang mengerikan ini,” demikian bunyi kesepakatan anggota No Tech for Apartheid (NOTA) dikutip dari Engadget.

“Kami bergabung dengan kampanye #NoTechForApartheid untuk menuntut Amazon dan Google segera mengakhiri Project Nimbus,” imbuh pernyataan tersebut.

Proyek Nimbus bernilai 1,2 miliar dollar AS dibangun Google dan Amazon bertujuan menyediakan layanan dan infrastruktur komputasi awan (cloud) bagi pemerintah Israel agar mereka dapat mempercepat transformasi digital.

Namun banyak pihak menilai hadirnya layanan ini dapat membantu pemerintah Israel melakukan pengumpulan data yang tidak sah terhadap warga Palestina.

Baca juga: 9,5 Menit Drone Hizbullah Telanjangi Teritori Israel, Petakan Area Sensitif Termasuk Zona Militer

Selain itu teknologi cloud dapat memfasilitasi pemerintah Israel menjalankan segregasi ras untuk mempercepat genosida sistematik dan perluasan pemukiman ilegal Israel di tanah Palestina.

Alasan tersebut yang membuat para karyawan dan organisasi No Tech for Apartheid dengan kompak menyerukan perintah pada CEO Google dan Amazon mengakhiri kontrak kerjasama teknologi cloud dengan pemerintah Israel.

"Teknologi ini memungkinkan pengawasan lebih lanjut dan mengumpulkan data warga Palestina yang melanggar hukum, dan memfasilitasi perluasan pemukiman ilegal Israel di tanah Palestina," ujar surat terbuka anonim yang mengatasnamakan karyawan Google dan Amazon di The Verge.

Baca juga: Israel Kembali Ngebom Lebanon Selatan Pakai Drone Rudel, Hizbullah Membalas dengan Roket Katyusha

Aksi boikot seperti ini telah dilakukan NOTA sejak 2021, massa yang tergabung dalam NOTA menuntut Google dan Amazon untuk memboikot dan melakukan divestasi dari Project Nimbus dan pekerjaan lainnya untuk pemerintah Israel.

Baru-baru ini kantor Google yang berlokasi di San Francisco juga menjadi sasaran amuk ratusan pendemo yang terdiri dari mantan karyawan dan pendukung pro-Palestina.

Baca juga: Hamas Buka Peluang Gencatan Senjata di Gaza, Siap Terima Proposal dari Joe Biden

Ratusan orang ini menggelar aksi demo besar – besaran di depan kantor Google sambil mengibarkan bendera Palestina dan spanduk bertuliskan “Tidak Ada Teknologi untuk Apartheid”.

Sejumlah demonstran tampak berbaring di depan kantor Google dengan menggunakan kain putih yang dihiasi logo meme Google bertuliskan kata “genosida.”

Ratusan orang itu dengan kompak menyerukan perintah agar Google mengakhiri kontrak kerjasama teknologi cloud dengan pemerintah Israel.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini