Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - World Bank atau Bank Dunia memperkirakan peningkatan belanja subsidi dan perpanjangan bantuan sosial (Bansos), akibat pelemahan rupiah akan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia.
Berdasarkan laporan Bank Dunia dalam Laporan berjudul "Indonesia Economic Prospects", kondisi tersebut akan mendorong defisit APBN sekira 2,5 persen dari Produk Domestik Bruto. Sebab, peningkatan belanja subsidi didorong oleh depresiasi mata uang.
Baca juga: IHSG dan Rupiah Kompak Menguat Dipicu Sentimen Defisit Fiskal di Bawah 3 Persen
"Dan bahkan lebih tinggi lagi pembayaran bunga diperkirakan akan mendorong defisit fiskal menjadi 2,5 persen PDB pada akhir tahun 2024," tulis Bank Dunia, Senin (24/6/2024).
Bank Dunia melaporkan, bahwa dalam jangka menengah, defisit APBN diperkirakan akan stabil pada kisaran 2,5 persen menyusul peningkatan belanja secara bertahap untuk mengakomodasi program-program pemerintahan mendatang, termasuk program-program yang terkait investasi publik dan infrastruktur.
Baca juga: Tembus Rp 16.400 per Dolar AS, Sri Mulyani Sebut Pelemahan Rupiah Pengaruhi Belanja Subsidi
Selain itu, subsidi diperkirakan akan stabil sepanjang periode sejalan dengan melemahnya harga komoditas. Sementara itu, penerimaan negara diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan menguatnya penerimaan pajak.
"Dari rencana kenaikan tarif PPN sebesar 12 persen pada tahun 2025," tulis laporan Bank Dunia.
Baca juga: Pelemahan Rupiah Bisa Pengaruhi Permintaan Samator Indo Gas
Dengan defisit fiskal yang lebih tinggi ditambah dengan pembiayaan yang lebih mahal karena kondisi moneter global yang tidak menguntungkan, Bank Dunia memperkirakan utang pemerintah diproyeksikan akan tetap datar dalam jangka menengah dengan rata-rata 38,7 persen PDB hingga tahun 2029.
Sementara itu, subsidi diperkirakan akan stabil sepanjang periode perkiraan sejalan dengan melemahnya harga komoditas.