Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, meresmikan operasional smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) di KEK Gresik, Kamis (27/6/2024).
Airlangga mengatakan, smelter PTFI bersama dengan smelter yang dioperasikan PT Smelting akan memurnikan 3 juta ton konsentrat tembaga per tahun, dengan produksi sekitar 600.000 ton katoda tembaga, 50 ton emas, dan 200 ton perak per tahun.
Dia bilang, melalui smelter ini seluruh kosentrat tembaga yang diproduksi oleh PTFI dapat semuanya diproses dan dimurnikan di dalam negeri, demikian juga lumpur anoda dari PT Smelting.
"Dan ini yang pertama integrasi tambang sampai dengan produk akhir. Dan dengan integrasi ini, maka produksi emas nanti yang 50 ton bayar royalti. Karena ini terintegrasi dari tambang sampai ke hilir. Demikian pula untuk perak juga bayar royalti. Jadi tentu banyak pendapatan yang didapatkan Pemerintah," kata Airlangga dalam keterangannya, dikutip Kamis.
Dikatakan Airlangga, smelter PTFI merupakan fasilitas pemurnian tembaga dengan desain jalur tunggal terbesar di dunia dengan kapasitas pemurnian mencapai 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun.
Proyek yang menempati lahan 100 hektar di KEK Java Integrated Industrial Ports Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur tersebut memiliki nilai investasi kumulatif mencapai Rp58 triliun atau sekitar 3,7 miliar dolar Amerika Serikat (AS).
"Investasi tersebut tidak hanya akan memberikan manfaat bagi perusahaan konstruksi dalam negeri, tetapi juga akan menciptakan multiplier effects kepada masyarakat di Kabupaten Gresik," jelasnya.
Airlangga menegaskan bahwa kehadiran PTFI di KEK Gresik diharapkan dapat menjadi salah satu penarik dalam membentuk kawasan dengan ekosistem yang mendukung hilirisasi, khususnya EV.
Tercatat hingga Maret 2024, KEK Gresik telah mencatatkan nilai investasi sebesar Rp75,2 triliun dan menyerap lebih dari 35.000 orang tenaga kerja.
Baca juga: Presiden Jokowi Terbitkan Aturan Baru, Karpet Merah untuk Freeport Indonesia?
"Tentu ke depan Indonesia akan mampu untuk meningkatkan ekspornya. Kalau ekspor kita kuat, maka rupiah kita bisa stabil. Sebagai contoh, dari nikel itu dan dari kelapa sawit ekspor kita 55 miliar dolar AS. Nah impor minyaknya 40 miliar dolar AS. Jadi sebetulnya natural hedging itu terjadi," terangnya.