TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perekonomian global pada 2025 diprediksi masih penuh tantangan, seiring konflik geopolitik, perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia, dan dampak perubahan iklim semakin memperumit keadaan.
Kondisi tersebut pastinya berdampak terhadap perekonomian Indonesia. Apalagi di dalam negeri ada sejumlah kebijakan ekonomi yang memengaruhi daya beli masyarakat kelas menengah.
Dalam situasi ini, penting bagi kelas menengah Indonesia untuk mengambil langkah strategis guna bertahan dan tetap relevan di tengah ketidakpastian tersebut.
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat mengatakan, kebijakan yang diterapkan pemerintah pada 2024 membawa dampak langsung pada kelas menengah di tahun berikutnya.
Baca juga: Celios: Paket Stimulus Ekonomi 2025 untuk 6 Sektor Bukan Hal Baru
Salah satu kebijakan yang menonjol adalah kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen di 2025.
Menurutnya, Kebijakan ini, meskipun bertujuan meningkatkan penerimaan negara, menimbulkan efek domino berupa kenaikan harga barang dan jasa di pasar.
"Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh masyarakat miskin, tetapi juga kelas menengah yang menjadi tulang punggung konsumsi domestik. Ketika harga kebutuhan pokok melonjak, kemampuan belanja mereka tergerus, sehingga mengancam pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan," kata Achmad dikutip Sabtu (28/12/2024).
Ia menyebut, pengetatan subsidi energi juga menjadi beban tambahan bagi kelas menengah. Pemerintah mengubah mekanisme subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan listrik menjadi berbasis nomor induk kependudukan (NIK).
Meskipun kebijakan ini dirancang untuk memastikan subsidi lebih tepat sasaran, banyak masyarakat kelas menengah yang sebelumnya menikmati subsidi kini harus menghadapi kenaikan biaya energi.
"Kondisi ini memaksa mereka untuk mengalokasikan sebagian besar penghasilan mereka untuk kebutuhan dasar, sehingga mengurangi kapasitas investasi dan tabungan," ucapnya.
Lebih lanjut Ia mengatakan, Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang mulai diimplementasikan pada 2024 juga menjadi sumber tekanan baru.
Program ini mewajibkan pekerja dan pemberi kerja menyisihkan sebagian pendapatan untuk dana perumahan.
"Meskipun bertujuan mulia untuk memperluas akses masyarakat terhadap hunian yang layak, program ini menambah beban finansial bagi kelas menengah, terutama mereka yang sudah memiliki cicilan atau kewajiban keuangan lainnya. Pada tahun 2025, dampak dari kebijakan ini semakin nyata dengan berkurangnya daya beli yang signifikan," tuturnya.
Apa Yang Bisa dilakukan Kelas Menengah menghadapi 2025?