TRIBUNNNEWS.COM, JAKARTA - Negara China pada saat ini menjadi pengimpor utama pasar Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, impor non migas Indonesia dari China sebesar 6,05 miliar dolar Amerika Serikat (AS) per Mei 2024.
"Tiongkok masih menjadi negara utama asal impor non migas Indonesia dengan kontribusi mencapai 36,34 persen, terhadap total impor non migas Indonesia atau meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 33,06 persen," kata Deputi Bidang Statistik Produksi BPS M Habibullah ditulis Kamis (4/7/2024).
Diketahui nilai impor Indonesia pada Mei 2024 sebesar 19,40 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau naik 14,82 persen dibandingkan April 2024 senilai 16,90 miliar dolar AS.
Total nilai impor meningkat secara bulanan namun terjadi penurunan jika dilihat secara tahunan.
Kinerja impor komoditas non migas sebesar 16,65 miliar dolar AS atau mengalami kenaikan 19,70 persen dari April 2024 senilai 13,91 miliar dolar AS.
Sedangkan, kinerja impor migas sebesar 2,75 miliar dolar AS atau mengalami penurunan 7,91 persen dibandingkan bulan April 2024 senilai 2,98 miliar dolar AS.
Adapun berdasarkan data impor secara kumulatif, total nilai impor hingga Mei 2024 senilai 91,19 miliar dolar AS atau turun 0,42 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 91,58 miliar dolar AS.
Pengusaha Minta Dilibatkan
Banyaknya produk China masuk ke Indonesia, pemerintah pun berencana mengenakan bea masuk hingga 200 persen.
Menyikapi hal itu, Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Organisasi, Hukum, dan Komunikasi Kadin Indonesia, Yukki Nugrahawan Hanafi menyampaikan, pihaknya mengimbau agar Kementerian Perdagangan juga K/L terkait dapatmelibatkan pelaku usaha, asosiasi, dan himpunan melalui forum dialog dalam proses penyusunan dan finalisasi kebijakan ini.
"Guna penyempurnaan kebijakan dan agar semua dampak yang mungkin timbul dapat dihindari," ujar Yukki.
Terkait adanya pernyataan tentang produk impor yang membanjiri pasar, ucap Yukki, Kadin Indonesia berharap Pemerintah dapat menelaah lebih lanjut baik terkait jenis produk maupun jalur masuknya.
Kadin Indonesia berharap jalur masuk illegal (illegal import) yang marak menjadi jalur masuk ke pasar dalam negeri dapat ditindak dengan tegas.
"Kami merekomendasikan pemerintah untuk membentuk satgas pemberantasan impor ilegal dan penertiban barang impor ilegal yang saat ini sudah berada di tengah masyarakat dengan melibatkan Kadin Indonesia beserta Asosiasi dan Himpunan," kata Yukki.
Selain itu, menurut Yukki, Kadin mengimbau agar Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan, tetap mendukung semangat Fasilitasi Perdagangan dan Iklim Kemudahan Berusaha, sehingga pertumbuhan kinerja ekspor nasional maupun iklim investasi tetap bertumbuh dan terjaga.
"Kami mendorong agar kebijakan pembatasan impor tidak menyulitkan dunia usaha dan industri dalam mendapatkan bahan baku dan penolong sekaligus di saat bersamaan memastikan iklim investasi yang kondusif dan meningkatkan penguatan industri bagi daya saing lebih baik," tutur Yukki.
Kadin Indonesia juga meminta adanya peninjauan mendalam terhadap HS Code yang terdampak pada rencana kenaikan bea masuk ini. Perlu dipertimbangkan agar produk yang belum dapat diproduksi dalam negeri juga produk dengan spesifikasi yang berbeda dapat dikeluarkan dari HS Code terdampak.
"Sehingga penerapan bea masuk ini tepat sasaran dan dampak negatif kebijakan terhadap produktivitas industri dapat dihindari yang juga mendukung peningkatan kinerja ekspor," ujarnya.
Yukki menambahkan, bahwa Kadin Indonesia mengimbau agar ada pendampingan dari KPPU untuk melakukan penelaahan kebijakan sebelum kebijakan tersebut difinalisasi dan disosialisasikan sehingga adanya monopoli ataupun penguasaan oleh golongan tertentu (kartel) dapat dihindari.
Selama ini, ucap Yukki, Kadin Indonesia juga mendukung pemberdayaan UMKM nasional untuk meningkatkan kapasitas bisnis melalui pelatihan, pendampingan, pembukaan akses pasar sehingga dapat berkontribusi pada peningkatan daya saing global yang berorientasi ekspor.
"Oleh karena itu, kami berharap agar rencana kebijakan yang diambil juga turut mempertimbangkan pertumbuhan dunia usaha, khususnya UMKM," ujarnya.
Bersiap Hadapi Xi Jinping
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti mengatakan, jika ingin mengenakan tarif yang lebih mahal untuk produk impor asal China, lebih baik jangan pada bahan bakunya, melainkan produk jadinya.
"Kalau bahan baku yang impor dari China itu jangan dikasih lebih mahal tarifnya gitu, tetapi kalau produk jadi boleh. Itu karena ketergantungan kita terhadap China relatif tinggi," katanya.
Esther mengatakan, jika Indonesia ingin mengenakan bea masuk yang tinggi bagi produk China, RI harus siap-siap menerima balasan dari negara pimpinan Xi Jinping tersebut.
Menurut dia, saling membalas ini terjadi pada Amerika Serikat vs China.
Presiden AS kala itu, Donald Trump, mengenakan tarif tinggi untuk produk China. Kemudian, langsung dibalas oleh China. Esther tak ingin ini terjadi juga dengan Indonesia, mengingat ketergantungan kita yang masih tinggi kepada negara tersebut.
Nantinya jika perang dagang terjadi antara Indonesia dan China, ada kemungkinan RI digugat di World Trade Organization.
Lebih lanjut, ia merasa bahwa jika Indonesia ingin mengenakan bea masuk yang tinggi terhadap produk impor dari China, harus dibarengi dengan upaya menguatkan industri dalam negeri.
Baca juga: Pemerintah Diminta Tentukan Secara Spesifik Produk Impor China Kena Bea Masuk 200 Persen
"Kita juga harus mempersiapkan industri substitusi impor gitu. Jadi jangan langsung kita hantam, kita halau impor dari China, tetapi kita tidak bisa menguatkan industri domestik kita," ujar Esther.
Oleh karena itu, ia menyarankan kepada pemerintah agar disiapkan sedemikian rupa rencana ini, jangan asal melontarkan rencana.
"Kita siapkan senjatanya ketika kita hantam dengan ini, China kira-kira melakukan apa gitu, nah kita negosiasi. Kita harus jago di sini jangan sampai digugat di WTO, kalah gitu, kan percuma. Tingkat ketergantungan Indonesia ke China ini tinggi sekali ya, jadi ya ngga asal ngomong lah," pungkas Esther.
Rencana pemerintah mengenakan bea masuk impor sebesar 200 persen pada produk impor asal China mulanya dilontarkan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan. Kebijakan ini dalam rangka menyikapi perang dagang antara China dan Amerika Serikat AS.
Sejumlah produk impor yang akan dikenakan bea masuk tinggi di antaranya pakaian, baja, dan tekstil.