News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pengamat Soroti Perusahaan Asuransi Gagal Bayar Uang Nasabah Gegara Tidak Patuh Regulasi

Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi: Aksi protes nasabah Kresna Life mendatangi kantor OJK beberapa waktu lalu.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Asuransi Kapler Marpaung berpendapat, perusahaan asuransi yang gagal membayar uang nasabah kerap kali tidak memiliki batasan jenis investasi yang sesuai dengan regulasi atau tidak mematuhi aturan.

Menurutnya, perusahaan yang sulit membayar uang ke nasabah lebih dominan dari perusahaan asuransi jiwa. Sebab, asuransi jiwa memiliki banyak titipan uang dari nasabah dengan tenor jangka panjang atau bisa sampai seumur hidup.

"Di asuransi jiwa yang banyak menerima titipan dana masyarakat dengan tenor asuransi itu bisa seumur hidup maupun jangka panjang, maka Otoritas Jasa Keuangan itu telah mengatur jenis investasi apa saja yang diperbolehkan, dan berapa banyak besarannya," kata Kapler dalam diskusi media secara virtual, Rabu (24/7/2024).

Baca juga: Kendaraan Bermotor Wajib Miliki Asuransi di 2025, Pengamat: Harusnya Disosialisasi Bukan Tiba-tiba

Kepler menyebut, keuangan perusahaan asuransi yang tidak sehat dan tidak memenuhi syarat Risk Based Capital (RBC) turut menjadi penyebab gagal bayar kepada nasabah seperti kasus Kresna Life. Dia bilang, Kresna Life memiliki tingkat RBC dibawah 120 persen. Artinya posisi tersebut dibawah batas tingkat minimum.

Sehingga, OJK memberikan sanksi administratif dan mengharuskan perusahaan melakukan perbaikan-perbaikan tentang batasan kualitasnya. Jika hal itu tidak terjadi maka bisa dicabut izin usahanya.

"Salah satu alat yang dapat kita gunakan melihat apakah asuransi itu proses asuransi itu sehat secara keuangan atau tidak adalah tingkat RBC-nya risk based capitalnya minimum 120 persen lebih tinggi tentu dia kita nyatakan lebih sehat, kalau di bawah 120 persen, maka dia dinyatakan tidak sehat," jelas dia.

Selain itu, Kepler juga menyoroti bahwa adanya kejahatan di perusahaan asuransi yang melakukan window dressing atau memalsukan laporan keuangannya untuk terlihat sehat.

"Window dressing ini adalah sesuatu untuk laporan keuangan yang dipoles kira-kira begitu agar kelihatan baik kinerja keuangannya, padahal faktanya tidak seperti itu," ucap dia.

"Perusahaan asuransi yang melakukan window dressing ini juga menurut saya adalah suatu kejahatan juga kejahatan korporasi di bidang asuransi," imbuhnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini