TRIBUNNEWS.COM - Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Solo yang berlokasi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo menjadi sumber energi listrik alternatif bagi masyarakat di Kota Bengawan.
Tidak hanya itu, PLTSa Solo juga menjadi solusi pengolahan sampah Kota Solo yang bertahun-tahun menggunung di TPA Putri Cempo yang berlokasi di Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres.
PLTSa Putri Cempo Solo mendapatkan Sertifikat Laik Operasi (SLO) dan mulai beroperasi pada pada 30 Oktober 2023 setelah tujuh tahun penantian, dari proses pembangunan hingga perizinan.
Hampir 10 bulan berjalan, PLTSa Solo sudah menghasilkan listrik yang dijual ke PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Tim ahli PLTSa Putri Cempo Solo, Prof Prabang Setyono mengungkapkan kapasitas PLTSa ini mampu mengonversi 545 ton sampah kering menjadi 8 megawatt (MW) energi listrik per hari.
"Jika 545 ton sampah itu bisa dipenuhi, maka target menghasilkan 8 MW per hari bisa tercapai. 5 MW dijual ke PLN dan 3 MW untuk operasional PLTSa sendiri," ungkap Prabang saat dijumpai Tribunnews, Senin (12/8/2024).
Untuk saat ini, kata Prabang, PLTSa Putri Cempo mampu mengolah rata-rata 100 ton sampah per hari.
"Sehingga belum bisa menghasilkan 5 MW, ya sekitar di angka 1 sampai 2 MW," ujarnya.
Prabang menjelaskan, jika satu rumah tangga per hari menggunakan 1.000 watt, maka 5 MW listrik dapat dipakai di 5.000 keluarga.
“Jadi, 5 MW dapat mengaliri listrik untuk 5.000 rumah,” jelas Prabang.
Baca juga: Memanen Manfaat dari Energi Surya di Atap Pasar Gedhe Klaten
Apabila PLTSa Putri Cempo sudah bisa beroperasi maksimal, bahan baku sampah harian dari Kota Solo saja belum mencukupi.
Sebab, Prabang menyebut sampah harian yang dihasilkan di Kota Solo berada di kisaran 380 ton, sedangkan kapasitas maksimal PLTSa mampu mengolah 545 ton.
Prabang menilai hal Ini efektif untuk menghasilkan energi sekaligus mengurangi sampah yang menggunung di TPA.
“Ya, sangat efektif,” ujarnya.