Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Pertamina (Persero) mengungkapkan pihaknya telah mengalokasikan setidaknya 15 persen dari total modal kerja atau capital expenditure untuk mendukung transisi energi dan pengembangan portofolio bisnis rendah karbon.
Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati mengungkapkan, hal ini merupakan upaya perseroan dalam mendukung upaya target net zero emission (NZE) Pemerintah Indonesia.
Dirinya mengklaim, angka alokasi capital expenditure atau capex tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata perusahaan energi dunia.
Baca juga: Percepat Transisi Energi Bersih, Pertamina Edukasi Siswa SMA tentang Inovasi Terbarukan
“Pertamina terus komitmen mendukung target pemerintah Indonesia dalam NZE pada tahun 2060, atau lebih cepat,” papar Nicke dalam acara Indonesia International Sustainability Forum 2024 (IISF) di Jakarta, Jumat (6/9/2024).
Pertamina, lajut Nicke, tetap menjaga ketahanan energi nasional sebagai prioritas utama dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pertamina menerapkan strategi pertumbuhan ganda (dual growth strategy), yakni mempertahankan dan meningkatkan bisnis eksisting untuk menjamin ketahanan energi nasional dan pada saat yang sama mengembangkan bisnis rendah karbon.
Perusahaan migas pelat merah ini juga terus mengembangkan infrastruktur gas sebagai sumber energi andalan dalam mendukung transisi energi.
Pertamina, lanjut Nicke, juga terus mengembangkan panas bumi yang bisa menjadi opsi terbaik energi ramah lingkungan di Indonesia.
“Pertamina telah mengembangkan biofuel penerapan teknologi carbon capture, utilization, and storage (CCUS), hingga solusi berbasis NBS (Nature-Based Solutions) yang yang terbukti bisa menurunkan emisi," papar Nicke.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo saat pembukaan agenda IISF (5/9/2024) mengungkapkan, kolaborasi menjadi hal utama dalam mewujudkan keberlanjutan guna menekan perubahan iklim dan menjalankan transisi energi.
Baca juga: Berkomitmen Dukung Transisi Energi, Kredit Energi Terbarukan Bank Mandiri Melesat di Kuartal II 2024
Kolaborasi bukan sebuah pilihan melainkan sebuah kewajiban yang harus dijalankan oleh sebuah negara.
Jokowi menekankan bahwa untuk menyelesaikan masalah perubahan iklim tersebut butuh pendekatan yang kolaboratif dan berperikemanusiaan, kolaborasi antara negara maju dan berkembang.
"Harus mengedepankan kemanusiaan agar prosesnya tidak mengorbankan kepentingan masyarakat kecil karena ekonomi hijau bukan hanya tentang perlindungan lingkungan tapi juga tentang kesejahteraan yang berkelanjutan kepada rakyat," pungkas Jokowi.