Adapun, pensiun dini PLTU memerlukan dana yang sangat besar.
"Tantangan kedua adalah bagaimana menghadirkan lebih banyak EBT untuk menggantikan bahan bakar fosil dan untuk memenuhi pertumbuhan kebutuhan yang diperkirakan sekitar 4 persen per tahun," imbuh Eniya dalam agenda Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024 di Jakarta, Kamis (5/9/2024).
Dirinya melanjutkan, untuk mengatasi tantangan yang dimaksud, pemerintah telah menetapkan rencana untuk pengembangan 367 gigawatt (GW) pembangkit listrik Energi Baru Terbarukan (EBT) pada tahun 2060.
Kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) akan menjadi 115 GW, pembangkit listrik terbesar.
Kemudian, diikuti oleh Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) sebesar 46 GW, PLT Amonia sebesar 41 GW, dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu sebesar 37 GW.
Selain itu, tidak ada tambahan pembangkit listrik batu bara setelah tahun 2030, kecuali yang sedang dalam tahap konstruksi.
Eniya menjelaskan, dngan transformasi sistem energi yang didominasi oleh energi terbarukan, terutama tenaga surya dan angin, akan muncul tantangan dalam hal stabilitas jaringan.
Untuk mengelola berbagai energi terbarukan dalam jumlah besar di sektor listrik secara efektif, sumber teknologi yang menyediakan fleksibilitas perlu dipersiapkan.