Laporan Wartawan Tribunnews.com Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pentingnya konsep LangTechpreneurship, yaitu pendekatan yang menggabungkan penguasaan bahasa, teknologi dan wirausaha untuk menghadapi tantangan dunia menjadi fokus konferensi internasional bertajuk International Conference on English Language and Linguistics (ICELL) dan Indonesia Japan International Interdisciplinary Studies (IJIIS) di Jakarta belum lama ini.
Rektor Universitas LIA, Prof Dr Siti Yulidhar Harunasari MPd mengatakan, di tengah perkembangan teknologi yang berkembang cepat, kemampuan berbahasa asing dibutuhkan bagi seorang technopreneurship.
"Untuk itulah pendekatan LangTechpreneurship yang menggabungkan penguasaan bahasa, teknologi dan kewirausahaan diperlukan dan dunia kampus berperan," kata Siti Yulidhar Harunasari MPd dalam konferensi bertema Bridging Languages, Empowering Entrepreneurs: LangTechpreneurship Summit Exploring Technology and Interdisciplinary Innovations
Dalam konferensi yang diadakan kerjasama Universitas LIA dan Tohoku University, kata Siti sudah saatnya dunia kampus melakukan pendekatan LangTechpreneur sehingga mampu mencetak lulusan yang dapat menguasai bahasa dan teknologi.
Baca juga: Bank Mandiri Kembali Gelar Wirausaha Muda Mandiri 2024, Ayo Daftar Sekarang!
"Kami meyakini pendekatan ini kunci keberhasilan dalam menghadapi tantangan dunia kerja yang semakin kompleks," ujar Siti dalam acara yang berlangsung selama dua hari dalam format hybrid, menggabungkan sesi langsung di Auditorium Universitas LIA dan sesi online melalui Zoom.
Prof Christian Kaunert dari University of South Wales, salah satu keynote speaker, memberikan pandangan mendalam mengenai keamanan internasional di era globalisasi yang semakin terhubung.
Ia membahas bagaimana perkembangan teknologi dan interaksi antarnegara membawa tantangan baru dalam menjaga keamanan internasional.
Dalam presentasinya, Kaunert menyoroti pentingnya kolaborasi lintas negara dan peningkatan literasi teknologi untuk mencegah dan mengatasi ancaman keamanan global.
Konferensi ini juga menampilkan pembicara lainnya, seperti Assoc. Prof. Dr. Peter John Wanner dari Tohoku University, yang membahas konjungsi koordinatif intralingual dan interlingual dalam penulisan esai mahasiswa EFL dan Kombes Pol. Dhani Hernando SIK MH yang menyoroti pentingnya kesadaran bahasa asing dalam konteks penegakan hukum. Nigel Killick, M.B.A., berbagi tips terkait pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran bahasa Inggris, sementara Henry Mappesona, S.E., M.Sc., membahas pengembangan ekosistem pembelajaran hybrid di Asia Tenggara.
Pada hari kedua, sesi paralel online menghadirkan pembicara dari berbagai negara, termasuk Prof. Dr. Sameer Al-Shami dari Universiti Teknikal Malaysia Melaka, Assoc. Prof. Dr. Sukree Langputeh dari Fatoni University (Thailand), Prof. Dr. Onder Kutlu dari Necmettin Erbakan University (Turki), Prof. Dr. Marecon C. Viray dari Mindanao State University (Filipina), serta akademisi nasional seperti Prof. Muhammad Adlin Sila dari Kemendikbudristek dan Himawan Pratama, M.A., Ph.D., dari Universitas Indonesia. Topik yang dibahas meliputi pendidikan, bahasa, teknologi, hingga kecerdasan buatan (AI).
Antusiasme peserta dalam mengikuti sesi diskusi sangat tinggi, dengan banyaknya pertanyaan dan pengalaman yang dibagikan. Para peserta yang berasal dari berbagai latar belakang akademik dan profesional mendapatkan wawasan baru tentang peran bahasa dan teknologi dalam dunia kerja dan pendidikan.
"Dengan kontribusi para akademisi dari berbagai negara, acara ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat luas, terutama dalam menghadapi era digital yang semakin berkembang," kata Siti.