Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia
TRIBUNNEWS.COM, TEL AVIV – Lembaga pemeringkat kredit Moody's kembali menurunkan peringkat utang Israel sebanyak dua tingkat menjadi Baa1 dari A2 dan menjadi pemangkasan kedua kalinya dalam setahun.
Hal serupa juga dilakukan lembaga pemeringkat S&P Global yang turut memangkas peringkat kredit jangka panjang Israel dari 'A+' menjadi 'A'.
Ada potensi penurunan lebih lanjut menjadi 'junk' jika ketegangan yang sedang berlangsung dengan Hezbollah berubah menjadi konflik besar.
"Kami sekarang mempertimbangkan bahwa aktivitas militer di Gaza dan peningkatan pertempuran di perbatasan utara Israel—termasuk kemungkinan invasi darat ke Lebanon—dapat berlanjut hingga 2025, dengan risiko pembalasan terhadap Israel," kata S&P, mengutip The Times Of Israel.
Dalam keterangan resminya Moody’s dan S&P menjelaskan pemangkasan dilakukan karena prospek ekonomi Israel terus bergerak ke negatif, imbas meningkatnya konflik Israel dengan gerakan Hizbullah yang berbasis di Lebanon.
Terlebih intensitas konflik antara Israel dan Hizbullah telah meningkat secara signifikan dalam beberapa hari terakhir. Eskalasi perang semakin meluas setelah Iran ikut bergabung bersama Hizbullah dan Hamas untuk melakukan serangan balik ke Israel.
Terbaru, Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran dilaporkan melakukan serangan ke Israel dengan meluncurkan ratusan rudal balistik pada Selasa (1/10/2024) malam waktu setempat.
Rincian operasi militer Iran ini masih belum pasti. Namun disebutkan bahwa serangan rudal-rudal Iran ditembakkan ke wilayah Tel Aviv untuk menyasar obyek vital dan militer Israel.
Hal tersebut dikonfirmasi langsung oleh Militer Iran yang mengatakan pasukannya menggunakan rudal hipersonik untuk pertama kalinya dan mengklaim bahwa 90 persen rudal mengenai tiga pangkalan militer Israel
Pasukan Garda Revolusioner Islam Iran (IRGC) berdalih serangan itu adalah balasan atas serangan Israel yang menewaskan Sekretaris Jenderal Hizbullah Hassan Nasrallah minggu lalu dan Kepala Biro Politik Hamas Ismail Haniyeh pada akhir Juli.
“Untuk membalas kematian Ismail Haniyeh, Hassan Nasrallah, dan panglima IRGC Abbas Nilforoushan, kami menargetkan pusat wilayah yang diduduki itu,” kata IRGC dalam pernyataannya.
Ekonomi Israel di Ambang Kehancuran
Perang yang kian memanas, membuat Israel perlahan mengalami kerugian finansial. Diantaranya pengeluaran pemerintah dan defisit anggaran yang melonjak,
Tercatat selama beberapa bulan terakhir, anggaran militer Israel mengalami pembengkakan sebesar 582 miliar shekel atau sekitar 155 miliar dolar AS untuk digunakan membeli perlengkapan dan alat tempur serta membiayai perekrutan tentara cadangan yang akan dikirim ke Gaza.
Baca juga: Yordania, Irak, Lebanon Tutup Wilayah Udara Menyusul Serangan Rudal Iran ke Israel
Dampaknya perekonomian Israel kini berada di ambang kehancuran, sejak Oktober hingga Juli kemarin defisit atau pengeluaran negara membengkak mencapai 8,1 persen jadi 8,5 miliar shekel atau naik 2,2 miliar dolar AS dari produk domestik bruto (PDB).
Angka tersebut melesat jauh dari target defisit Israel di tahun 2024 yang hanya dipatok 6,6 persen.
Imbas pembengkakan anggaran perang, banyak pihak menilai negara Zionis ini akan jatuh ke jurang inflasi lantaran pengeluaran pemerintah dan defisit anggaran melonjak, sementara sektor-sektor seperti pariwisata, pertanian, dan konstruksi merosot.
Baca juga: Roket Iran Hantam Tepat di Luar Markas Besar Mossad di Israel
Kondisi tersebut yang mendorong S&P mempertahankan prospek Israel pada tingkat "negatif", mencerminkan ketidakpastian lebih lanjut terkait situasi keamanan di kawasan tersebut.
Sementara ahli ekonomi Moody’s memperkirakan pemangkasan kredit akan berlanjut seiring melambatnya pertumbuhan PDB riil Israel yang hanya tumbuh sebesar 0,5 persen tahun ini.
"Dalam jangka panjang, kami melihat bahwa ekonomi Israel akan melemah lebih lama daripada yang diperkirakan sebelumnya," kata Moody's.