News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pengamat Soroti Paylater Meningkat di Tengah Daya Beli Masyarakat Menurun

Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Paylater

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam laporannya mencatat, piutang pembiayaan dengan skema Buy Now Pay Later (BNPL) atau paylater oleh perusahaan pembiayaan, mengalami peningkatan signifikan.

Berdasarkan laporan per Agustus 2024 mencapai Rp 7,99 triliun. Angka itu meningkat cukup signifikan sebesar 89,20 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Baca juga: Indonesia Terus Deflasi, Maknanya Daya Beli Masyarakat Merosot, Paylater Melonjak

 Catatan tersebut, bersamaan dengan saat ini terdapat fenomena daya beli masyarakat yang menurun.

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) yang juga Pengamat Ekonomi Digital, Nailul Huda mengatakan hal tersebut wajar terjadi.

Pasalnya, meskipun pendapatan masyarakat menurun, namun kebutuhan akan tetap sama jumlahnya.

"Ketika pendapatan menurun, bahkan hilang dengan kebutuhan yang tetap bahkan meningkat, saya rasa memang masyarakat akan cari pembiayaan yang cocok bagi karakteristik masing-masing penduduk," ungkap Huda kepada Tribunnews, Minggu (13/10/2024).

Baca juga: OJK Cabut Pembatasan, Akulaku PayLater Kembali Salurkan Pembiayaan

"Daya beli mereka menurun namun di satu sisi kebutuhan mereka tetap ada bahkan meningkat," sambungnya.

Sehingga, masyarakat butuh fasilitas pendanaan untuk mengcover kebutuhan yang dimaksud.

Salah satu sumber pendanaan mereka diperoleh dari layanan Buy Now Pay Later.

Baca juga: Pinang Paylater Bikin Pelaku Usaha AgenBRILink Dapatkan Akses Permodalan

Banyaknya minat masyarakat terhadap BNPL ini lantaran sumber pembiayaan lain seperti fasilitas pinjaman di perbankan memiliki syarat yang dinilai lebih rumit.

"Bagi mereka yang tidak bisa akses perbankan karena tidak mempunyai data historis keuangan yang bagus, mereka akan mengandalkan pembiayaan alternatif. Salah satu yang banyak digunakan adalah Buy Now Pay Later," ungkap Huda.

"Bagi mereka, ya pemenuhan kebutuhan kan sudah seharusnya dipenuhi, salah satu caranya menggunakan BNPL. Maka dari itu, terjadi kenaikan BNPL saat ini," lanjutnya.

Dalam kesempatan yang sama, Huda juga turut membandingkan fasilitas paylater dan kartu kredit.

Menurutnya, lagi-lagi proses pengajuan paylater lebih mudah dibandingkan kartu kredit.

Ditambah lagi, sejumlah perbankan ramai-ramai mulai merambah bisnis BNPL.

"Saya melihat proses kartu kredit yang lama, kemudian ketidakpastian penerimaan, membuat orang malas mengurus kartu kredit," ucap Huda.

"Kartu kredit pun mulai ditinggalkan oleh Bank. Bank sekarang sudah mulai adopsi BNPL juga. Dan potensinya sangat besar terutama yang dari perbankan. Mereka sudah punya database nasabah yang bisa dijadikan pemilik BNPL juga," sambungnya.

Namun demikian, terdapat potensi nilai Non Performing Loan atau kredit bermasalah bisa meningkat dalam beberapa bulan ke depan seiring dengan habisnya tabungan nasabah.

Ketika sudah tidak ada biaya pembayaran cicilan, yang terjadi adalah pembayaran cicilan jadi macet. Maka potensi gagal bayar juga bisa lebih tinggi ke depan.

"Namun memang BNPL dari perbankan saya rasa akan lebih baik karena sistem credit scoring mereka lebih bagus karena ya peserta BNPL mereka dari nasabah mereka sendiri. Jadi data historis transaksi keuangan lebih baik," pungkasnya. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini