News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Lifting Migas Terus Merosot, Menteri Bahlil: Habiskan Devisa Rp 500 Triliun

Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KKKS didorong melakukan eksplorasi dan pengembangan sumur eksisting sehingga dapat mewujudkan ketahanan energi dan penambahan lifting.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan, Indonesia menghabiskan devisa senilai Rp 500 triliun setiap tahunnya untuk membeli minyak mentah dari luar negeri. 

Hal itu terjadi lantaran lifting minyak dan gas (Migas) di tanah air kian merosot atau berbanding terbalik dengan konsumsi migas yang hampir 1,6 juta barel oil per day.

"Lifting kita turun, itu kita tekor terus. Setiap tahun kita itu menghabiskan devisa kita Rp 500 triliun. Makanya nilai tukar dolar kita terhadap rupiah agak sedikit maju-mundur," kata Bahlil dalam acara Repnas Nasional Conference and Awarding Night, Senin (14/10/2024).

Baca juga: Capai Lebih dari 500 Juta JKA, PGN Sukses Raih 18 Penghargaan Keselamatan Migas 2024

"Karena memang hukum permintaan penawaran terjadi terhadap dolar. Bayangkan, salah satu sumber kebutuhan dolar terbesar itu adalah kita untuk membeli energi," imbuhnya.

Bahlil mengatakan, perlu strategi untuk menggenjot produksi lifting Migas Indonesia kedepan salah satunya dengan mengoptimalkan sumur-sumur migas yang belum aktif atau idle dengan teknologi Enhance Oil Recovery atau EOR.

"Salah satu teknologi yang dipakai itulah EOR, dan ini kita lagi kembangkan Pertamina untuk membangun di wilayah Rokan di Sumatera. Mau tidak mau seperti itu," tutur Bahlil.

Sebelumnya, Bahlil mengatakan bahwa produksi minyak dan gas (Migas) di Indonesia yang kian menurun hingga mengharuskan melalukan impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Menurut Bahlil, di tahun 1996 hingga 1997 lifting minyak di Indonesia bisa memproduksi sebanyak 1,6 juta barel oil per day dengan kontribusi terhadap pendapatan negara berkisar 40 sampai 50 persen.

"Jadi apa yang terjadi di tahun 1996-1997 kita ekspor, sekarang berbalik, kita impor dengan jumlah yang sama. Ini kira-kira masalah negara kita," kata Bahlil.

Bahlil mengatakan, pasca reformasi produksi migas terus mengalami penurunan meskipun ada sedikit perbaikan menjadi 800 ribu sampai 900 ribu barel oil per day didorong dari Lapangan Banyu Urip.

Baca juga: Menhub Minta BPH Migas Dukung Instruksi Presiden Jokowi soal Penjualan Avtur

"Nah kemudian turun terus, ini terjadi incline terus. Nah sekarang kita produksi minyak kita itu tinggal 600 ribu barel per day dan konsumsi kita itu 1,6 juta barel per day. Jadi kita impor kurang lebih sekitar 900 ribu barel sampai 1 juta," tutur Bahlil.

Bahlil mengaku akan merelaksasi kebijakan menyoal eksplorasi sumur minyak dan gas (Migas) untuk memudahkan investor dalam berinvestasi di tanah air.

Pemerintah akan memangkas kebijakan dari 320 izin soal eksplorasi sumur menjadi 140 izin untuk memudahkan investor agar bisa menanamkan investasinya di Indonesia.

Adapun saat ini sumur minyak dan gas di Indonesia berstatus idle atau tidak berfungsi. Dia mengaku dari 44.900 sumur di tanah air hanya 16.000 yang aktif. Dari total tersebut hanya 5.000 sumur yang bisa dioptimalkan.

Sementara untuk mengejar optimalisasi sumur migas diperlukan biaya yang tidak sedikit dan di satu sisi dibutuhkan waktu yang cepat agar sisa sumur yang aktif itu bisa optimal. 

Sehingga dengan memangkas kebijakan eksplorasi itu diharapkan bisa menumbuhkan investasi dan sumur yang aktif itu bisa dioptimalkan dengan baik.

"Kalau tidak ada tawaran yang lebih kompetitif dibandingkan dengan negara lain dan negara kita, bagaimana investor bisa masuk? Jadi, cara-cara lama kita harus lupa," jelas Bahlil.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini