Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mendorong adanya kenaikan upah berkisar antara 8 hingga 10 persen.
Presiden KSPI Said Iqbal mengungkapkan, kenaikan persentase upah minimum harus disesuaikan dengan situasi perekonomian di suatu wilayah.
Sebagai contoh, saat ini rata-rata pertumbuhan ekonomi di dalam negeri sekitar 5 persen per tahun.
Baca juga: Buruh Ancam Mogok Nasional Jika Pemerintah Langgar Putusan MK Soal Pengupahan: Setop Produksi
Kemudian, rata-rata inflasi tahunan di Indonesia berkisar sekitar 3 persen.
Dengan demikian, kenaikan upah minimum setidaknya minimal 8 persen.
"Kalau kita krisis, ini bisa kita pahami (upah minimum tak naik). Tapi ini kan ekonomi tumbuh diantara rata-rata 5 persen," ungkap Said Iqbal dalam dialog bersama Tribunnews, dikutip dalam siaran YouTube, Minggu (3/11/2024).
"Kemudian inflasi diantara rata-rata 2 sampai 3 persen ke atas. Jadi aneh kalau upah itu naik di bawah inflasi," sambungnya.
Oleh karenanya, Said Iqbal menyebut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materiil Omnibus Law UU Cipta Kerja, merupakan kemenangan bagi buruh.
Diketahui dalam amar putusan perkara nomor 168/PUU/XXI/2024 yang dibacakan Ketua MK Suhartoyo, setidaknya terdapat 25 poin amar putusan. Diantaranya soal upah hingga izin pekerja asing di Indonesia.
Selain itu Said Iqbal menegaskan, wajib hukumnya melakukan dialog mengenai tindak lanjut pasca-putusan MK.
Baca juga: Buruh Yakin Prabowo Bakal Restui Kenaikan Upah 2025 Sebesar 10 Persen: Dia Seorang Kesatria
Termasuk pembicaraan soal formula penentuan upah minimum.
Yakni mengajak serikat pekerja/serikat buruh, APINDO, KADIN, dan para pemangku kepentingan lainnya untuk berdialog.
"Makanya kita minta gugatan upah dikembalikan peran daripada Dewan Pengupahan, dan kenaikan upah harus inflasi plus pertumbuhan ekonomi," papar Said Iqbal.