Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan bahwa tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen akan mulai diberlakukan pada 1 Januari 2025. Kebijakan ini memicu kekhawatiran salah satunya dari industri otomotif.
Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam mengungkapkan bahwa kebijakan kenaikan PPN ini dapat berdampak negatif terhadap performa penjualan mobil pada tahun depan.
"Sudah pasti ya akan mempengaruhi performance penjualan dan market tahun depan," katanya kepada Tribunnews, Kamis (14/11/2024).
Baca juga: Siap-siap, Tarif PPN 12 Persen Berlaku Efektif Januari 2025
Bob mengkhawatirkan bahwa kenaikan PPN justru bisa menyebabkan penurunan tax revenue atau pendapatan pajak negara.
Menurut dia, jika pasar merespons negatif, dampaknya bisa membuat konsumen menahan pembelian, yang pada akhirnya menurunkan volume penjualan dan dapat mengurangi penerimaan pajak.
"Saya khawatir dengan kenaikan PPN ini justru tax revenue kita malah akan turun kalau market bereaksi negatif," ucap Bob.
"Kalau bisnis tertekan, pembeli menahan pembelian, market turun, pada akhirnya tax revenue juga turun," sambungnya.
Bob pun mengingatkan pengalaman saat pandemi Covid-19.
Saat itu, pemerintah memberikan insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk sektor otomotif.
Insentif tersebut bukannya menurunkan pendapatan pajak, tetapi malah mendorong kenaikan penjualan mobil, yang berimbas pada peningkatan pendapatan pajak.
"Pengalaman kita sewaktu pandemi Covid selesai, pemerintah kasih relaksasi PPnBM otomotif, sehingga penjualan langsung naik. Tax revenue ikut naik," tutur Bob.
Sebaliknya, Bob khawatir jika kenaikan PPN justru malah akan menurunkan angka pendapatan pajak negara.
Baca juga: Respons Pelaku Industri Properti Terkait Perpanjangan Insentif Pajak Bebas PPN Pembelian Rumah
"Nah yang kita khwatirkan kondisi sebaliknya terjadi. PPN naik justru tax revenue akan turun dan ongkos dampak serta pemulihannya akan lebih besar," pungkas Bob.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan, tarif Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 12 persen akan berlaku mulai 1 Januari 2025.
"Sudah ada Undang-undangnya, kita perlu siapkan agar itu bisa dijalankan, tapi dengan penjelasan yang baik sehingga kita tetap bisa. Bukannya membabi buta," kata Sri Mulyani dalam Rapat dengan Komisi XI DPR RI, dikutip Kamis (14/11/2024).
Bendahara negara itu menjelaskan, penerapan tarif PPN 12 persen itu sebagai salah satu 'tameng' bagi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dalam merespons krisis ekonomi global yang saat ini masih terjadi.
"APBN memang tetap harus dijaga kesehatannya, namun pada saat yang lain APBN itu harus berfungsi dan mampu merespon dalam episode global crisis financial," jelasnya.
Di sisi lain, Sri Mulyani mengakui bahwa penerapan tarif PPN 12 persen itu menuai pro dan kontra. Bahkan hal itu pun terjadi saat rapat dengan Komisi XI DPR RI.
Meski begitu, bendahara negara itu menyebut akan memberikan penjelasan kepada masyarakat terkait dampak yang diperoleh atas kebijakan tarif PPN 12 persen.
"Saya setuju bahwa kita perlu banyak memberikan penjelasan kepada masyarakat, artinya walaupun kita buat policy tentang pajak termasuk PPN bukannya membabi buta atau tidak punya afirmasi, atau perhatian pada sektor-sektor seperti kesehatan, pendidikan, bahkan makanan pokok waktu itu debatnya panjang di sini," jelas Sri Mulyani.
Terakhir, Sri Mulyani mengatakan bahwa pemerintah juga tetap memberikan kelonggaran pajak agar daya beli masyarakat tidak tertekan.
Misalnya jenis barang dan jasa tidak dipungut biaya pajak.
"Sebetulnya ada loh dan memang banyak kalau kita hitung teman-teman pajak yang hitung banyak sekali bisa sampaikan detail tentang fasilitas untuk dibebaskan, atau mendapatkan tarif lebih rendah itu ada dalam aturan tersebut," ungkapnya.