News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kenaikan PPN 12 Persen Dinilai Tidak Tepat saat Ekonomi Turun

Penulis: Lita Febriani
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam dan finalis Toyota Eco Youth ke 13 di Surabaya, Jawa Timur

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah akan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen mulai 1 Januari 2025. Kenaikan nilai jual barang tidak akan bisa dihindari saat aturan tersebut diterapkan.

Aturan mengenai kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen tertuang dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021, tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Menyikapi hal itu, Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam, mengatakan pemberlakukan PPN 12 persen di tahun depan dirasa kurang tepat.

Baca juga: Ada Kenaikan PPN dan Pajak Opsen, Penjualan Mobil Bisa Turun Hingga 30 Persen

"Timing-nya nggak tepat, PPN itu silakan ditingkatkan pada saat ekonomi sedang naik, tapi saat ekonomi turun justru stimulus yang harus diberikan," tutur Bob kepada Wartawan, Kamis (5/12/2024).

Bob mengatakan, meski tujuan kenaikan PPN untuk meningkatkan pendapatan pajak atau tax revenue, namun saat kondisi ekonomi melemah hal tersebut juga tidak akan mendongkrak pendapatan.

Para pengusaha disebut Bob sudah memberikan masukan kepada pemerintah soal kondisi riskan tersebut, bahwa saat kenaikan tarif pajak (tax rate) belum tentu diikuti kenaikan tax revenue.

"Kenaikan tax rate belum tentu akan diikuti dengan tax revenue. Sebaliknya, relaksasi tax (pajak,red) itu belum tentu akan diikuti dengan penurunan revenue. Misalnya mau revenue-nya naik, kenapa pemerintah nggak menempuh relaksasi ini untuk mendorong supaya pasar tumbuh, ekonomi tumbuh," jelas Bob.

Bob mengingatkan, tahun depan bukan hanya PPN yang akan dihadapi industri otomotif, kenaikan Opsen atau pungutan yang diterapkan pemerintah daerah juga akan naik.

"Bukan hanya PPN, kita juga menghadapi Opsen. Banyak daerah yang ada kemungkinan menaikkan (pungutan). Sekarang saja kita sudah drop 15 persen (penjualan mobil) dibanding tahun lalu. Tahun ini diperkirakan pencapaiannya itu akan di bawah 850.000 unit," jelas Bob Azam.

Baca juga: DPR dan Pemerintah Sepakati Tarif PPN 12 Persen Hanya untuk Barang Mewah, Berlaku 1 Januari 2025

Selain kenaikan PPN 12 persen, pungutan opsen pajak atau tambahan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) yang mulai berlaku pada 2025 dinilai akan berdampak terhadap daya beli mobil baru di Indonesia.

Melambat

Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi hanya 4,95 persen (year on year/ yoy) pada kuartal III 2024. Sementara, secara kumulatif, laju ekonomi Januari-September 5,03 persen.

Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal III atas dasar harga berlaku tercatat sebesar Rp5.638,9 triliun dan atas dasar harga konstan sebesar Rp3.279,6 triliun.

Di sisi lain, penerimaan pajak sampai Oktober 2024 masih sebesar Rp 1.517,5 triliun atau 76,3 persen dari target tahun ini Rp 1.988,9 triliun. Realisasinya pun lebih rendah 0,4 persen dari capaian per Oktober 2023 yang sebesar Rp 1.523,9 triliun.

Berlaku untuk Barang Mewah

DPR menegaskan, tarif PPN sebesar 12 persen hanya berlaku kepada orang-orang yang membeli barang mewah.

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Komisi XI DPR Misbakhun usai bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana, Jakarta, Kamis (5/12/2024).

"Hasil diskusi kami dengan Pak Presiden, kami akan tetap ikut UU, bahwa PPN akan tetap berjalan sesuai jadwal waktu amanat di UU yaitu 1 Januari 2025," ujar Misbakhun.

"Tapi kemudian akan diterapkan secara selektif, selektif kepada beberapa komunitas, baik itu barang dalam negeri maupun impor yang berkaitan dengan barang mewah. Sehingga pemerintah hanya memberi beban itu kepada konsumen pembeli barang mewah," sambungnya.

Misbakhun mengatakan, tarif PPN 11 persen akan tetap berlaku bagi barang kebutuhan pokok yang biasa diakses masyarakat kecil.

Dengan demikian, kata dia, pemerintah masih akan mempelajari mengenai PPN yang tidak berada dalam 1 tarif ini.

Baca juga: Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia Tak Pernah Menyampaikan Pernyataan Resmi Terkait PPN 12 Persen

"Masyarakat kecil tetap kepada tarif PPN yang saat ini berlaku. Sehingga nanti tidak berlaku lagi, rencananya masih dipelajari oleh pemerintah dilakukan kajian lebih mendalam bahwa PPN nanti akan tidak berada dalam 1 tarif," jelas Misbakhun.

Misbakhun meminta masyarakat tidak perlu khawatir terkait kebutuhan barang pokok, jasa pendidikan, kesehatan, dan perbankan.

Sebab, pelayanan umum dan jasa pemerintahan tetap tidak dikenakan PPN.

"Bapak Presiden juga berusaha mentertibkan banyak urusan yang berkaitan dengan hal-hal ilegal, sehingga akan tambah penerimaan negara yang selama ini tidak terdeteksi," imbuh Misbakhun.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menegaskan PPN 12 persen hanya untuk barang mewah.

Dasco menyebut, kebutuhan yang bersinggungan dengan masyarakat tetap dikenakan PPN 11 persen.

"Ada 3 poin, satu, untuk PPN 12 persen akan dikenakan hanya kepada barang-barang mewah. Jadi secara selektif. Kemudian yang kedua, barang-barang pokok dan yang berkaitan dengan layanan yang menyentuh masyarakat masih tetap diberlakukan pajak sekarang, yaitu 11 persen," kata Dasco.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini