TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Koperasi (Wamenkop) Ferry Juliantono merasa prihatin terhadap anggota koperasi petani sawit yang harus ikut mengantre untuk membeli minyak goreng.
Ferry menjelaskan bahwa koperasi petani sawit terdiri dari petani-petani yang memiliki kebun kelapa sawit dengan luas lahan yang bervariasi, mulai dari 10 hingga 50 hektare.
Hal yang menurut Ferry ironis, meskipun mereka adalah bagian dari industri kelapa sawit, mereka harus mengantre untuk mendapatkan minyak goreng.
Baca juga: Wamenkop Optimistis Kontribusi Koperasi Bisa Lebih Besar Dibanding BUMN dan Swasta
"Ada koperasi petani sawit, kumpulan petani-petani sawit yang punya lahan 10, 20, 50 hektare bergabung menjadi koperasi dan mereka punya kepemilikan di kebun sawit itu. Tapi yang ironisnya mereka antre minyak goreng," katanya saat berbicara dalam acara diskusi bertajuk "Pembangunan Indonesia 2025: Harapan dan Tantangan" di Jakarta, Selasa (7/1/2025).
Maka dari itu, ia mengatakan koperasi petani sawit akan diminta oleh Kemenkop agar bisa membangun pabrik minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) sendiri.
"Nah oleh karena itu kami berpendapat bahwa sebenarnya pengelolaan kelapa sawit ini juga dimungkinkan koperasi," ujar Ferry.
"Sekarang dari Kementerian Koperasi kita akan minta supaya bisa bangun pabrik CPO atau pabrik kelapa sawit sendiri oleh koperasi," lanjutnya.
Tidak sampai di situ, ia mengatakan koperasi juga akan didiorong agar bisa terlibat dalam produksi minyak goreng dengan memiliki pabrik sendiri.
"Insyaallah nanti kita akan juga bangun pabrik minyak goreng oleh koperasi," ucap Ferry.
Baca juga: Munas Rekonsiliasi Dewan Koperasi Indonesia Rampung, Pengurus: Realisasikan Arahan Presiden Prabowo
Tak hanya koperasi petani sawit, koperasi peternak sapi perah juga akan didorong agar bisa memiliki pabrik pengolahan susu sendiri.
Dorongan itu tak lepas dari kejadian beberapa waktu lalu di Boyolali, di mana saat itu koperasi peternak sapi perah melakukan aksi demosntrasi dengan membuang susu hasil produksi mereka karena tidak mampu terserap oleh industri.
"Ternyata susu hasil koperasi pertanak sapi perah kita tidak terserap di industri pengolahan susu karena memang impor susu dalam bentuk skim bubuk itu 3,7 juta ton," tutur Ferry,
"Nah oleh karena itu kami berpendapat koperasi sekarang harus punya pabrik pengolahan susu sendiri," pungkasnya.