TRIBUNNEWS.COM - Organisasi Buruh Internasional (ILO) pada Rabu (29/4/2020) lalu mengatakan bahwa hampir setengah pekerja dunia beresiko kehilangan pekerjaannya.
Penyataan serius ini mengejutkan bagi setiap negara terutama yang terdampak Covid-19 secara parah.
Sekitar 1,6 miliar pekerja informal dimana populasinya hampir setengah dari angkatan kerja global, kini berada di ujung tanduk krisis ekonomi.
Kelompok informal adalah pekerja yang paling rentan dalam kehilangan mata pencaharian.
Baca: 2 Pegawai Pabrik Rokok Meninggal Akibat Corona, Ratusan Karyawan Jalani Tes Swab
Baca: Menko PMK Sebut Indonesia Alami Hibernasi Ekonomi Akibat Pandemi Corona
"Bagi jutaan pekerja, tidak ada pendapatan berarti tidak ada makanan, tidak ada keamanan dan tidak ada masa depan."
"Jutaan bisnis di seluruh dunia nyaris tidak bernafas," kata Direktur Jenderal ILO, Guy Ryder dikutip dari Al Jazeera.
"Mereka tidak memiliki tabungan atau akses ke kredit. Ini adalah wajah nyata dari dunia kerja. Jika kita tidak membantu mereka sekarang, mereka akan binasa," tambahnya.
Binis informal, pekerja informal atau ekonomi informal adalah pekerjaan yang tidak dikenai pajak atau dipantau pemerintah.
Jenis pekerjaan ini faktanya mendominasi ekonomi berkembang.
Sekitar dua pertiga dari pekerja dunia bekerja di jenis pekerjaan macam ini.
Penilaian terbaru ILO tentang situasi di seluruh dunia menunjukkan skala bencana dari dampak pandemi terhadap pekerjaan.
Virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan sakit Covid-19 telah menginfeksi lebih dari 3,2 juta orang di seluruh dunia.
Selain itu hampir 230.000 orang meninggal karena wabah ini.
Pandemi ini dengan cepat menyebar di hampir semua bagian dunia dan membuat beberapa diantaranya melakukan lockdown nasional.
"Ini menunjukkan saya pikir dalam hal yang paling jelas bahwa krisis pekerjaan dan semua konsekuensinya semakin dalam dibandingkan dengan perkiraan kami tiga minggu yang lalu," jelas Ryder pada briefing pada Rabu lalu.
Kongres Serikat Buruh, federasi serikat pekerja di Inggris dan Wales, menyerukan aksi internasional untuk melindungi pekerja.
"Ratusan ribu pekerja paling rentan kehilangan pekerjaan mereka di seluruh dunia setiap hari."
"Sangat penting mereka semua memiliki dukungan yang mereka butuhkan untuk memenuhi kebutuhan dan tidak dilemparkan ke dalam kemiskinan," kata Sekretaris Jenderal TUC, Frances O'Grady.
"Krisis pada skala ini membutuhkan respons global. Kita perlu tindakan internasional yang terkoordinasi untuk mendukung kesehatan, melindungi pekerjaan, memberikan semua orang akses ke jaminan sosial dan meningkatkan ekonomi lokal dan nasional ketika pemulihan datang," sambungnya.
Pakar Prediksi Munculnya Pekerjaan Baru karena Pandemi Corona
Meski dampak pandemi terhadap perekonomian dunia sangat mengerikan, namun ekonomi global kemungkinan bisa bangkit kembali.
Kendati demikian belum jelas juga bagaimana dunia akan bangkit dari krisis ini.
John Bryson, profesor perusahaan dan geografi ekonomi di Universitas Birmingham menjelaskan bahwa pandemi corona akan menciptakan pekerjaan baru.
Jadi pandemi corona adalah titik kritis bagi pasar tenaga kerja saat ini, di mana kreatifitas hancur dan berubah menjadi rekonstruksi kreatif ketika tercipta pekerjaan baru.
"Mereka yang berisiko atau yang kehilangan mata pencaharian mereka akhirnya akan kembali memasuki pasar tenaga kerja," kata ekonom itu.
"Pemulihan setelah Covid-19 akan terjadi bertahap, tetapi itu akan terjadi. Juga kita harus ingat bahwa ekonomi global sudah cenderung menuju penurunan sebelum Covid-19," lanjutnya.
Bryson menggambarkan kondisi serupa yang terjadi pada 1990 silam.
Saat itu sepertiga pekerjaan yang ada hancur dalam 30 tahun berikutnya dan berubah menjadi jenis pekerjaan baru.
Itu adalah fase revolusi ketenagakerjaan yang terjadi secara bertahap.
Pekerjaan yang hilang atau hancur itu diganti pekerjaan baru yang ada karena internet dan munculnya teknologi baru.
Dia menjelaskan kemungkinan bermunculan pekerjaan yang bisa dilakukan jarak jauh di masa depan, menyusul pandemi ini.
Tapi hal itu tidak berarti baik bagi semua pekerjaan juga, seperti halnya untuk pemetik buah atau yang lainnya.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)