"Tapi seminggu sekali saya datang ke sana untuk itu. Saya kebetulan memang anak asuhnya saja," imbuh Hadi membenarkan keterlibatannya beberapa waktu lalu.
Uji klinis bersama
Tak sampai di situ, pria disebut-sebut profesor dan pakar mikrobiologi itu berharap seharusnya pemerintah pusat khususnya lembaga terkait bisa bekerja sama dalam pengembangan herbal tersebut.
Bukan sibuk mempertanyakan jurnal ilmiah sambil mencibir hasil penelitian tim risetnya tersebut.
"Ini kan harusnya pemerintah atau lembaga terkait, BPOM, Kemenkes. IDI terutama ya sebagai pelaksana pengayom dari dokter-dokter seluruh Indonesia
,kalau memang menanyakan jurnal ilmiahnya dan uji klinis sama saja, ya ujungnya kalau kita melakukan sendiri, tetap saja kami itu kan swasta bukan lembaga itu dan ujungnya juga akan dipertanyakan kembali, mana kredibilitasnya, kan jadi repot," ungkapnya
Hadi menyindir lembaga yang memiliki banyak profesor di dalamnya. Menurutnya, lembaga tersebut seharusnya berpikir lebih efektif dan sportif.
Misalnya, ketika ada temuan obat Covid-19, lembaga itu mengajak untuk melakukan uji klinis bersama.
"Sedangkan hasil vaksin impor yang belum pasti bisa sembuhkan Covid-19, itu pun perlu melakukan uji klinis. Padahal kan itu pembeliannya cukup mahal sekali. Sedangkan kita itu melakukan kegiatan riset tidak meminta anggaran negara," bebernya.
(Tribunnews.com/Apfia/Kompas.com/Afdhalul Ikhsan)