Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyurati Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto, perihal vaksinasi Covid-19.
Surat tertanggal 21 Oktober 2020 tersebut, ditandatangani oleh Ketua PB IDI Daeng M.Faqih.
Surat dari IDI ini berisi permintaan agar pemerintah menyiapkan matang dan tidak tergesa-gesa dalam pelaksanaan vaksinasi Covid-19.
Baca juga: Hadiri Sidang Lanjutan Kasus Ujaran Kebencian IDI Kacung WHO, Rina Nose Dukung Pembebasan Jerinx?
Baca juga: Dukung Vaksin Covid-19, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Minta Pemerintah Jamin Keamanan
Berikut isi lengkap surat IDI untuk Menkes
Nomor : 03657/PB/E. 1/10/2020
Perihal : Vaksinasi Covid-19
Kepada Menteri Kesehatan RI
Sehubungan dengan adanya rencana program vaksinasi Covid-19, PB.IDI menyampaikan sikap dan rekomendasi sebagai berikut:
Ketua Satgas Covid PB IDI, Prof Dr dr Zubairi Djoerban, SpPD(K) mengatakan PB IDI mengapresiasi dan mendukung upaya-upaya Pemerintah dalam menghadapi pandemi Covid-19 di Indonesia.
Serta menyampaikan terima kasih atas upaya penyediaan vaksin serta pemberian prioritas bagi tenaga medis untuk dapat divaksinasi sesuai ketentuan yang ada.
Meski demikian, agar progam vaksinasi ini dapat berjalan lancar dan memperoleh hasil yang optimal, maka PB IDI memberikan rekomendasi.
"Pertama, Perlu diadakan persiapan yang baik dalam hal pemilihan jenis vaksin yang akan disediakan serta persiapan terkait pelaksanaannya. Hal ini sesuai dengan instruksi Presiden agar program vaksinasi ini jangan dilakukan dan dimulai dengan tergesa-gesa," kata dr.Zubairi diketerangannya, Kamis (22/10/2020).
Kedua, dalam hal pemilihan jenis vaksin yang akan disediakan, ada syarat mutlak yang harus dipenuhi yaitu vaksin yang akan digunakan sudah terbukti efektivitasnya, imunogenitasnya serta keamanannya dengan dibuktikan adanya hasil yang baik melalui uji klinik fase 3 yang sudah dipublikasikan.
"Dari data yang ada, saat ini uji coba vaksinasi Sinovac di Brazil sudah selesai dilaksanakan pada 9000 relawan . Namun hasilnya baru akan dikeluarkan segera setelah selesai dilakukan vaksinasi pada 15.000 relawan. Kita bisa melihat bahwa unsur kehati-hatian juga dilakukan Negara lain dengan tetap menunggu data lebih banyak lagi dari hasil uji klinis fase 3. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa program vaksinasi adalah sesuatu program penting namun tidak dapat dilakukan dengan tergesa-gesa," terang dia.
Ketiga, dalam situasi pandemi, WHO memperkenankan pembuatan dan penyediaan obat atau vaksin dapat dilakukan melalui proses Emergency use Authorization (EUA) untuk vaksin Covid-19 oleh lembaga yang mempunyai otorisasi untuk itu. Di Indonesia, lembaga tersebut adalah BPOM.
"PB.IDI amat meyakini bahwa BPOM tentu juga akan memperhatikan keamanan, efektivitas dan imunogenitas suatu vaksin, termasuk bila terpaksa menggunakan skema EUA. Kami yakin bahwa BPOM akan menjaga kemandirian dan profesionalismenya," ujar Zubairi .
Selanjutnya, perlu pula mempertimbangakan rekomendasi dari Indonesia n Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) dan Strategic Advisory Group of Experts on Immunization of the World Health Organization (SAGE WHO).
IDI berharap pula, pelaksanaan program vaskinasi memerlukan persiapan yang baik dan komprehensif, termasuk penyusunan pedoman-pedoman terkait vaksinasi oleh perhimpunan profesi, pelatihan petugas vaksin, sosialisasi bagi seluruh masyarakat dan membangun jejaring untuk penanganan efek simpang vaksinasi.
"Keamanan dan efektifitas adalah yang utama selain juga kita semua ingin agar program ini berjalan lancar. PB.IDI berharap agar program vaksinasi ini dapat diterima dengan baik oleh masyarakat," jelas dia.