TRIBUNNEWS.COM - Pakar dan Praktisi Pendidikan, Prof Arief Rachman meminta pemerintah tidak terlalu tergesa-gesa untuk mulai melakukan pembelajaran tatap muka di sekolah, di saat pandemi Covid-19 masih belum hilang dari tanah air.
“Jangan tergesa-gesa. Semua itu harus ada informasi harus mempunyai data daerah-daerah sekolah berada dan murid-murid tinggal di daerah hijau, merah atau hampir hitam,” ujar pendiri dan pembina Sekolah Menengah Garuda Cendikia dalam diskusi ‘Sekolah Dibuka Lagi, apa yang haru Dipersiapkan,’ seperti disiarkan langsung di akun Instagram Katadata, Jumat (11/12/2020).
“Terus terang saja itu harus diketahui persis jika Januari mau ditetapkan. Saya mau bertanya sekolah mana yang mau dibuka? Jadi kita harus tahu dan harus detil,” ucap Prof Arief.
Karena menurut dia, tidak gampang untuk bisa memberikan jaminan 100 persen sekolah dapat menerapkan protokol kesehatan kepada anak-anak.
Para guru juga akan sangat kesulitan terus memantau semua anak didiknya satu per satu untuk mematuhi protokol kesehatan, apalagi di saat waktu istirahat bermain-main dengan teman-temannya.
“Bagaimana, apakah sekolah bisa menjamin menjalankan protokol kesehatan? Beberapa saat yang lalu kan ada pertemuan yang panitianya, ketua panitianya, sekretarisnya tidak bisa mengendalikan yang diundang,” jelasnya.
Karena itu dia menilai pemerintah tidak perlu tergesa-gesa untuk kembali membuka sekolah tatap muka di tengah pandemi yang masih belum menunjukkan tanda-tanda akan usai.
Baca juga: Kemendikbud Ungkap Alasan Perbolehkan Perguruan Tinggi Gelar Pembelajaran Tatap Muka
Bagi dia, kesehatan adalah hal pertama dan utama dibanding pendidikan, ketika dunia masih dalam pandemi.
“Bagi saya yang ahli pendidikan dan dulu pernah jadi kepala sekolah, pernah menjadi dosen, saya melihat pendidikan ini nomor dua. Sekarang nomor satu itu adalah kesehatan. Nomor dua baru pendidikan. Nomor satu kesehatan,“ tegasnya.
Untuk itu dia menilai belajar secara daring (online) masih menjadi solusi sementara di tengah pandemi untuk diterapkan.
Lebih jauh dia menjelaskan, jika memang harus membuka kembali sekolah tatap muka, maka pemerintah harus mengikutsertakan Komisi Perlindungan Anak Indonesia untuk memberikan masukan dan data lengkap mengenai jumlah anak-anak dan daerah tinggal mereka.
“Pemerintah juga harus bekerjasama dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia, mengikutsertakannya dalam hal ini, harus punya data yang lengkap tentang satu daerah. Kemudian jumlah anaknya, dan terakhir anak-anak itu datang dari daerah mana,” jelas Prof Arief.
Kalau Pemerintah memutuskan Januari mendatang, maka dia mendesak protokol kesehatan benar-benar diterapkan di semua sekolah.
Menteri Pendidikan dan Kebudyaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim telah mengumumkan diperbolehkannya kegiatan belajar tatap muka untuk kembali digelar. Hal ini disampaikan Nadiem dalam konferensi pers secara daring, Jumat (20/11/2020).
Nadiem menyebut, kebijakan ini berdasarkan keputusan bersama empat menteri, yakni Menteri Kesehatan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri.
Berdasarkan keputusan itu, Nadiem mengatakan pemerintah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah (pemda) atau kantor wilayah kementerian agama untuk menentukan pembelajaran tatap muka.
"Pemerintah pada hari ini melakukan penyesuaian kebijakan untuk memberikan keweanangan kepada pemerintah daerah, kantor wilayah Kementerian Agama, untuk menentukan pemberian izin pembelajaran tatap muka di sekolah-sekolah di bawah kewenangannya," ujar Nadiem.
Adapun kebijakan tersebut mulai berlaku pada semester genap tahun ajaran 2020/2021 atau mulai Januari tahun depan.
Oleh karena itu, Nadiem meminta sekolah-sekolah segera mempersiapkan diri dari sekarang jika hendak melakukan pembelajaran tatap muka.