Pemerintah Vietnam mengatakan pada hari Selasa kemarin bahwa negara itu akan segera menerima 1,5 juta dosis vaksin AstraZeneca yang disumbangkan oleh Australia.
Terkait sejumlah negara yang memutuskan untuk mencampur dan mencocokkan dua vaksin yang berbeda pada dosis awal dan kedua vaksinasi, Kepala Ilmuwan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Dr. Soumya Swaminathan telah memperingatkan warga dunia untuk tidak menggabungkan vaksin virus corona (Covid-19) yang berbeda.
Baca juga: Dilarang WHO, Thailand Dukung Pencampuran Dua Merek Vaksin Berbeda untuk Dosis Kedua Bahkan Booster
Baca juga: Sama Seperti WHO, Kemenkes Tegaskan Tidak Campur Vaksin Dosis Pertama dan Kedua dengan Merek Berbeda
Hal ini disampaikannya untuk menanggapi adanya pernyataan dari perusahaan farmasi yang menggembar-gemborkan kemungkinan bahwa suntikan tambahan (booster) dapat efektif melawan varian baru Covid-19, yakni B.1.617.2 (Delta).
Ia memperingatkan untuk tidak mencampur vaksin yang berbeda dalam upaya meningkatkan kekebalan.
Karena saat ini tidak ada bukti maupun data yang menguatkan spekulasi itu.
Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam konferensi pers WHO pada hari Senin kemarin waktu setempat.
"Saya benar-benar ingin memperingatkan orang-orang, karena ada orang yang berpikir untuk mencampur dan mencocokkan vaksin yang berbeda, jadi ini menjadi tren yang berbahaya. Kita saat ini berada di zona bebas data dan bebas bukti, ada data terbatas yang kita miliki tentang mix and match ini," tegas Dr. Swaminathan.
Menurutnya, jika banyak negara yang meyakini informasi 'gembar-gembor perusahaan farmasi' tanpa didasarkan pada data, maka ini akan menimbulkan kekacauan.
"Ini akan menimbulkan situasi yang kacau di banyak negara, jika warga mulai memutuskan kapan mereka harus mengambil dosis kedua, ketiga atau keempat," jelas Dr. Swaminathan.
Dikutip dari laman Russia Today, Selasa (13/7/2021), berbeda dengan apa yang disampaikan Ilmuwan WHO, beberapa penelitian diklaim telah menunjukkan hasil yang menjanjikan dari kombinasi vaksin yang berbeda.
Seperti yang dilakukan Institut Gamaleya Rusia yang menjadi pengembang vaksin pertama yang mencoba 'cara ini'.
Gamaleya menawarkan vaksin Sputnik V dan AstraZeneca untuk diuji klinis pada tahun lalu, dan penelitiannya pun saat ini masih berlangsung.
Studi serupa yang menggabungkan vaksin lain juga telah memperkuat argumen untuk 'mencampur dan mencocokkan'.
Sejumlah negara seperti Inggris, Kanada, dan Italia mengizinkan warganya untuk menerima suntikan dari beberapa produsen vaksin.