TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengingatkan, obat terapi Covid-19 seperti Remdesivir, Gammaraas, dan Actemra tidak dapat digunakan individu di rumah, melainkan hanya dapat digunakan di rumah sakit.
Menkes menjelaskan alasannya karena obat terapi ini berjenis obat suntik dan harganya tergolong mahal.
Ia mencontohkan Actemra, obat yang sangat terkenal karena harganya di pasaran berkisar 50-an juta sampai ratusan juta rupiah, padahal harga sebenarnya di bawah 10 juta.
“Untuk tiga obat seperti Gammaraas, Actemra, dan Remdesivir itu harus disuntikkan dan hanya bisa dilakukan di rumah sakit. Jadi tolong biarkan obat-obatan ini digunakan sesuai dengan prosedur,'' ujar Menkes dalam keterangaan pers virtual, Senin (26/7).
Baca juga: Menaker Minta P2K3 Ikut Bantu Pemerintah Kendalikan COVID-19
Ketiga obat ini menjadi rebutan di dunia dan sangat bergantung kepada ekspor.
Dan Indonesia belum bisa memproduksi sendiri obat-obatan itu.
"Ini adalah obat-obatan yang di seluruh dunia juga sedang short supply karena semua orang membutuhkan obat-obat ini,” katanya.
Seperti disampaikan, tiga obat ini direncanakan datang pada Agustus mendatang.
“Saya sampaikan rencananya untuk Remdesivir Juli ini akan datang, kita bisa impor 150 ribu dan Agustus kita akan impor 1,2 juta. Sekarang kita sudah dalam proses untuk bisa membuat Remdesivir di dalam negeri,'' ucap Menkes.
Baca juga: Kasus Covid-19 Melonjak di Amerika, Warga Diminta Pakai Masker Lagi Meski Sudah Divaksin
Selain ketiga obat tersebut, obat terapi Covid-19 seperti Azithromycin, Oseltamivir, Favipiravir penggunaannya harus diberikan dengan resep dokter.
Masalahnya banyak masyarakat yang membeli obat-obat tersebut untuk dijadikan stok di rumah.
Padahal obat-obat itu seharusnya dipakai sebagai resep untuk orang yang sakit.
''Jadi kami minta tolong agar biarkan obat ini benar-benar dibeli oleh orang yang membutuhkan bukan dibeli untuk kita sebagai stok," kata Menkes Budi.
Tindak Tegas