Pihaknya bahkan kata Slamet telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo dan Kementerian terkait agar untuk sedianya memberikan keringanan kepada masyarakat yang ingin berobat.
Dengan ditiadakan pajak itu dirinya meyakini segala biaya keperluan berobat atau bahkan test PCR sekalpun akan lebih terjangkau.
"Kami sudah surati Presiden sekitar bulan Maret-April, DPR juga sudah kita suratin agar obat dan alkes jangan dibebani pajak, udah itu aja (dibebaskan pajak) itu akan turun semua (harga test)," ucapnya.
Baca juga: Kapolri Intruksikan Kapolda Pidanakan Pelaku Usaha Yang Timbun dan Jual Obat dan Alkes Lewati HET
Kendati begitu kata Slamet belum ada tindakan dari pelayangan surat yang diberikan pihaknya terkait hal tersebut.
"Yang memberikan respon baru Kemenko Perekonomian, katanya akan diperhatikan tapi sampai saat ini belum ada tindak lanjut," ucapnya.
Sebelumnya, Slamet Budiarto mewakili IDI turut memberikan tanggapan terkait dengan adanya perbedaan harga pelayanan test swab PCR yang cukup tinggi antara di Indonesia dengan beberapa negara lain termasuk India.
Kata Slamet yang menjadi faktor utama mahalnya harga test di Indonesia itu adalah karena pajak barang masuk ke Indonesia cukup tinggi.
Perbandingan harga di Indonesia dengan negara lain juga kata Slamet tak hanya berlaku pada test PCR, melainkan segala keperluan obat-obatan dan laboratorium.
"Biaya masuk ke Indonesia sangat mahal, pajaknya sangat tinggi, Indonesia adalah negara yang memberikan pajak obat dan alat kesehatan termasuk laboratorium," kata Slamet saat dihubungi Tribunnews, Minggu (15/8/2021).
Padahal kata dia, pemberian pajak pada alat kesehatan maupun obat-obatan itu tidak tepat karena keperluannya untuk membantu orang yang sedang mengalami kesusahan.
"Bahwa obat alkes laboratorium itu bukan kenikmatan jadi itu tidak layak dibebani pajak, melanggar hak, karena orang sakit kok diberi pajak bukan kenikmatan itu," imbuhnya.