"Tapi ini pada binatang percobaan, belum tentu terjadi terjadi pada manusia," imbuhnya.
WHO juga masih menyatakan, efikasi vaksin masih sama antara BA.2 dan BA.1.
Sementara penelitian di Jepang menduga efektifitas vaksin menurun, walau dapat meningkat kembali sampai 74 persen dengan booster.
Penelitian di Jepang juga menyajikan, infeksi dengan BA.2 menyebabkan penurunan efektifitas obat antibodi monoklonal seperti sotrovimab.
BA.2 tidak memiliki fenomena SGTF (S gene target failure), sehingga penggunaan PCR SGTF jadi terbatas.
Jadinya perlu memperbanyak pemeriksaan Whole Genome Sequencing.
"Indonesia perlu waspada dan mengambil langkah antisipasi yang tepat, kalau-kalau BA.2 juga akan meningkat di negara kita,"
ungkap Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI.