TRIBUNNEWS.COM - Angka kematian ibu melahirkan tercatat meningkat dalam 1 tahun terakhir. Berdasarkan data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tercatat ada 4.400 kasus kematian ibu melahirkan pada tahun 2020. Angka itu meningkat 300 kasus dari tahun sebelumnya.
Melihat data tersebut, Komite III Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) yang memiliki salah satu lingkup tugas yakni pada bidang Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak mengaku sangat prihatin.
Menurut Anggota Komite III DPD RI, Rahmijati Jahja angka kematian ibu melahirkan seringkali diabaikan, padahal dikatakannya hal tersebut merupakan sangat penting. Anak yang dilahirkan harus dirawat dan dibesarkan oleh ibu yang melahirkan, selain sentuhan psikologis juga mencakup sosiologis.
"Meningkatnya angka kematian ibu melahirkan banyak disebabkan oleh minimnya pengetahuan dan kesadaran tentang usia minimal yang aman untuk wanita hamil dan melahirkan," ujar Rahmijati dalam keterangannya, Rabu (10/3/2021).
Senator asal Gorontalo itu menjelaskan, dalam undang-undang (UU) No. 1/1974 tentang perkawinan usia menikah bagi perempuan 19. Menurutnya UU tersebut selaras dengan kondisi yang dia telah lulus sekolah SMA dan secara psikologis sudah siap bereproduksi.
"Dengan menunda pernikahan sampai batas usia ideal itu maka tingkat kesiapan baik fisik maupun mental bagi calon pengantin akan lebih siap dan matang," tuturnya.
"Selain itu, dengan adanya pendewasaan usia pernikahan (usia ideal) merupakan modal awal dalam upaya mencegah kematian ibu pada saat melahirkan serta mencegah bayi stunting," sambungnya.
Meski demikian, Rahmijati menyanyangkan masih kurangnya informasi serta permasalahan ekonomi yang membuat pernikahan usia dini itu terjadi dan beresiko kepada kematian saat melahirkan.
"Kurangnya informasi, permasalahan ekonomi serta energi yang berlimpah dan kurang penyaluran kegiatan positif medorong seseorang masuk pada pernikahan. Hal ini sering menjadi alasan kawin anak dengan resiko kematian saat melahirkan," jelasnya.
Oleh sebab itu, wanita yang pernah mendapatkan Pengharagaan Wira Kencana bakti dari BKKBN tahun 2003 itu mengajak para aktivis perempuan untuk terus menggaungkan anti pernikahan dini.
"Kami dari Komite III DPD RI mengajak pada seluruh aktivis perempuan untuk terus mengkampayekan anti pernikahan usia dini dan kesehatan ibu melahirkan untuk menekan angka kematian ibu melahirkan," tuntasnya menegaskan.
Selain itu, ia juga menekankan perlu adanya sosialisasi untuk pasangan yang akan menikah dengan melibatkan dinas kesehatan khususnya seksi Kesehatan Keluarga Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana dan Gizi atau disebut KKPPKBG dan bekerjasama dengan tokoh agama serta tokoh masyarakat.
"Berbicara tentang kematian ibu melahirkan dalam lingkup kesehatan reproduksi, masalah kesehatan ibu menjadi isu yang penting karena kematian ibu melahirkan masih tinggi dan membutuhkan perhatian dan upaya khusus untuk menurunkannnya,"
"Banyak upaya yang telah dilakukan, baik dalam hal pemenuhan sarana dan prasarana pemenuhuan SDM, kualitas maupun kuantitas serta dalam hal pembiayaan. Namun kita masih membutuhkan sosialisasi yang diharapkan mampu menekan angka kematian ibu melahirkan," terangnya menambahkan.