"Bagaimana cara atau langkah kita untuk meyakinkan kepada rakyat Papua bahwa UU otonomi khusus itu merupakan solusi terbaik bagi rakyat Papua? Karena menurut rakyat Papua dan kelompok kelompok di Papua bahwa otonomi khusus itu bukan solusi lagi,” ucapnya.
Ia menjelaskan, bahwa Pemerintah harus membuka ruang kepada semua pihak sehingga kebijakan yang diambil memperoleh legitimasi kuat dari rakyat.
"Kami posisi mengakomodir aspirasi rakyat, Pemerintah harus membuka ruang dialog semua stakeholder di Papua untuk mendengar secara langsung dan memberikan solusi kongrit dalam rangka kebijakan pembangunan," tuturnya.
Diharapkan pemerintah pusat juga membuka ruang bahwa otsus itu bukan salah satu kebijakan urgent bagi rakyat Papua. "Bagi saya otsus itu bukan kebijakan satu satunya, namun masih banyak kebijakan lain yang membangun Papua," cetusnya.
“Bagaimana kalau Papua tanpa otonomi khusus. Nah, ini yang harus dipikirkan oleh masyarakat Papua dan bukan sebaliknya Pemerintah memaksa otsus dengan segala konsekwensi yang ada," pungkasnya.
Ia menyatakan, jika memang dirasa tidak efektif. Pemerintah dapat merumuskan kebijakan lain yang bisa menjawab persoalan di Papua.
"Jangan memaksakan. Bahkan karena kebijakan ini, membuat sejumlah penolakan dari rakyat Papua. Hal ini memakan korban dari kalangan rakyat sipil dan ini sesuatu yang tidak bagus. Biarlah demokrasi memberikan ruang untuk menentukan," tambahnya.(*)